“Saudara-saudaraku ! Dengar baik-baik !” Raharjo membuka acara
perkumpulan akbar para anggota Black Dimension. Lima faksi yaitu Black
Dimension, Book Diamonds, BD Troops, Spiritual Club (faksi Sam) dan
Campus Army (faksi Wann) berkumpul di aula basement untuk membahas
rencana final BD untuk memusnahkan Nabila dan kabinet srikandinya yang
sudah kehilangan setengah kekuatan. “Kini kondisi kita sedang membaik.
Transaksi lancar, lalu kedatangan dua saudara besar ditambah lagi
kondisi musuh kita si lonte Nabila itu sedang melemah. Ini kesempatan
kita untuk melakukan serangan besar-besaran. Tiga bulan lagi masa kerja
mereka akan selesai, artinya kita punya dua bulan untuk menjalankan
serangan final. Mari kita berdiskusi dengan tertib.” tutup Raharjo.
Selama hampir 8 jam kelima faksi hitam Pelita Nusantara
berdiskusi dengan serius disertai sejumlah ide dan masukan dari para
anggota. “Sekarang intinya Nabila harus udah kita taklukin sebelum
lengser. Supaya simpatisan nya nurut lagi sama kita.” ujar Ilham. “Untuk
simpatisan, para ikhwan dan akhwat kampus udah ada dalam kendali gue.
Nabila dan antek-anteknya belom tau aja. Sekalinya gue tongolin, DOR !
bakal nangis darah doi.” ujar Sam sambil menghisap rokok. “Pentolan
mereka si Dea juga bakal nangis darah kalo dia tau Sofi sama Ratu udah
jadi bank sperma kita.” ujar Harun. “Cindy juga sudah memastikan para
model dan artis kampus sebagai pengikut kita.” ujar Dirman. “Artinya
tinggal siksa dua lonte itu aja ya sambil ditonton anak-anak.” ujar
Raharjo. Setelah rapat selesai, para anggota BD melakukan pesta
makan-makan sambil bermabuk ria. Acara tersebut juga dihibur oleh goyang
striptis para akhwat kampus yang menjadi budak Sam termasuk Ifah.
Bahkan para akhwat kampus itu langsung ditarik dan disetubuhi
ramai-ramai tepat setelah mereka selesai bergoyang. Desahan, teriakan
dan alunan musik EDM menemani malam di markas BD.
Di Ruangan BEM
Selain Black Dimension, para srikandi Nabila juga mengadakan
rapat untuk membahas kepengurusan tahun depan. “Assalamualaikum,
selamat malam temen-temen semua. Mari kita bahas rencana tahun kedepan.”
Nabila membuka rapat. Semua anggota hadir termasuk empat serangkai Dea,
Cindy, Firda dan Nadya. Sementara Sofi dan Ratu berjaga di luar bersama
staff bawahan Dea lainnya. Rapat berlangsung tak kalah serius dengan
Dea sebagai moderator. “Tahun depan akan lebih berat. Kalian liat
bawahan Sam dan Wann isinya siapa-siapa aja. Aku ga yakin kriminalitas
di kampus ini selesai gitu aja.” ujar Dea. “Mohon maaf guys. Aku akan
sidang beberapa minggu lagi. jadi aku benar-benar ga bisa bantu
apa-apa.” ujar Firda. “Loh, kok mau sidang malah minta maaf ? semangat
dong kak. Kita doakan lancar.” hibur Cindy diamini oleh para peserta di
ruangan itu.
“Lalu tahun depan siapa yang mau kita ajukan ?” ujar Dea. “Nadya aja.
Kita kan tahun depan udah tahun terakhir kuliah.” ujar Cindy. “Jangan.
Kita ga mau di cap KKN sama teman-teman yang sudah mempercayakan kampus
ini ke kita.” ujar Nabila. “Benar kata Nabila, kita ga bisa ajuin Nadya.
Selain karena ia adiknya Nabila, Nadya juga belum tentu ingin maju
kan?” ujar Firda. “Bener kak. Aku tahun depan mau fokus belajar sama
ikut lomba.” ujar Nadya. “Terus siapa dong ?” ujar Dea. “Itulah gunanya
pelatihan kepemimpinan nanti. Dari situ kita akan lihat calon pemimpin
kampus ini di masa depan.” ujar Nabila. “Oiyaa ! Aduh itu kan proker aku
hehehe…. Lupa keasikan memberantas masalah jadi lupa proker itu.” ujar
Dea sambil tertawa kecil. “Fokus dong makanya. Sekali-kali lihat map tuh
pada numpuk jangan keluyuran mulu.” ledek Cindy. “Iya iya tuan putriku…
btw Ratu kan sudah survey kemarin. Tinggal tunggu hasil dia aja nanti
aku infoin ke kalian lokasi dan jam ngumpulnya.” tambah Dea. Beberapa
jam kemudian, rapat selesai dan semua anggota pulang kecuali Dea, Ratu
dan Sofi yang akan membahas hal khusus.
“Hai. Jadi sekarang kita bertiga fokus bahas konsep pelatihan
kepemimpinan ini. Kita disini nginep ga masalah kan guys ?” ujar Dea.
“Siap ! Ngikut ibu Negara aja kita.” ujar Sofi dan Ratu kompak. “Sial,
padahal nanti malem gue disuruh layanin Harun. Ngomong apa yak ke dia ?
Sama-sama nyeremin lagi.” batin Sofi. “Aku padahal diminta ke tempat itu
(markas BD). Duh gimana ya ini ? Aku gamau disiksa lagi sama mereka.”
batin Ratu. “Kalian bengong aja ? Ayo silahkan laporan minggu ini.” ujar
Dea mengagetkan lamunan mereka berdua. “Eh… oke.” Ratu kaget lalu ia
menyampaikan laporan hasil survey lokasi, akses kendaraan dan hal
teknis. Sementara Sofi melaporkan progress pengisi acara dan konsep
acara.
Waktu sudah jam 11 malam. Mereka bertiga masih mengetik semua rangkaian
acara pelatihan. Kemudian hp Sofi berbunyi. “Gawat, dia udah nelpon.”
Batin Sofi sambil mematikan hp tersebut lalu mengetik sesuatu ke Harun.
“Siapa yang nelpon ?” tanya Dea. “Temen satu kos aku nanyain. Lupa
bilang kalo nginep disini.” ujar Sofi bohong. Beberapa saat kemudian, hp
Ratu berbunyi notif chat. “Siapa lagi tuh ?” ujar Dea. “Palingan Wann.”
Ledek Sofi. “Bukan tauu… ini sepupu aku di Jakarta nanyain jadi magang
atau nggaknya.” ujar Ratu. Mereka bertiga tidak saling tahu terutama
Sofi dan Ratu. Kemudian, hp Sofi bergetar tanda chat masuk. Sofi segera
membuka chat Harun dan ia terdiam. “Gila. Mana mungkin aku lesbiin si
Dea ?” batin Sofi sambil mengetik dan langsung dibalas hingga Sofi
terkejut. “Ini ga mungkin…” batinnya. “Ratu, temenin gue ke kamar
mandi.” ujar Sofi. “Loh tumben. Biasanya kemana-mana berani sendiri.”
ujar Dea yang sedikit curiga dengan tingkah Sofi. “Aku ga bawa senjata.”
ujar Sofi bohong sambil menggandeng Ratu keluar ruangan. “Iya sih dia
tadi ga bawa apa-apa.” batin Dea.
Sesampainya di toilet, Sofi memastikan tidak ada Dea di sekitar toilet
lalu ia menginterogasi Ratu. “Kenapa ga cerita ?” ujar Sofi. “Eh… cerita
apa ?” ujar Ratu. “Kamu pikir aku ga tau ?” ujar Sofi sambil mendekati
Ratu hingga jarak dari mereka hanya 2 cm saja. “Eh… Sofi… jangan-jangan
kamu ju.. mmmhh…” belum selesai bicara, bibir Ratu dicium oleh Sofi.
“Kamu gausah khawatir. Ini rahasia kita berdua aja. Sebenarnya Cindy,
kak Firda juga sudah…” ujar Sofi terputus. “Nggak… ini nggak mungkin..”
bisik Ratu. “Lalu aku tadi di WA sama Harun untuk ngelakuin ini.” Sofi
berbisik ke Ratu. “Kamu yakin ?” ujar Ratu. “Aku gamau nolak. Aku…
gamau.” ujar Sofi gemetaran. Ini pertama kali Ratu melihat Sofi yang
begitu ketakutan. “Aku juga takut… lalu gimana ?” ujar Ratu. “Ini
rencana aku.” Sofi dan Ratu merencanakan sesuatu. “Ini anak dua lama
amat di kamar mandi.” keluh Dea. Sambil menengok kiri dan kanan, Dea
menonton sebuah anime. Walau dari luar Dea adalah salah satu mahasiswi
yang ditakuti, disisi lain ia adalah seorang fujoshi garis keras. Sambil
menggunakan headset, Dea menyetel video itu lalu ia minimize dan lanjut
mengetik. “Entah kenapa aku suka desahan pria yang penisnya disiksa
oleh wanita.” Gumam Dea dalam hati. “Andai para antek BD itu takluk aku
akan… eh mikirin apa sih. Mereka ga layak Dea. Hanya dia yang layak.
Sang imam masa depan kamu nanti. Saat malam pertama, kamu bebas menyiksa
dia, kamu mainkan penisnya hingga ia kelojotan dan menuruti kemauan
kamu.” Dea mulai mengkhayal sendiri.
Lamunan Dea dikejutkan oleh suara pintu ruang BEM dibuka oleh Sofi dan
Ratu. Sialnya, saat ia terkejut colokan headset nya terlepas sehingga
suara video itu terdengar. “Ka… kalian udah kesini ?” ujar Dea panik.
Sofi dan Ratu saling bertatapan lalu menghampiri Dea sambil tersenyum.
“Tenang aja, kita ga akan bilang ke siapa-siapa kok.” ujar Ratu sambil
merangkul Dea. “Kita tau kok kamu sering nonton video itu kalo lagi di
kosan saat kita tidur. Desahan kamu kedengeran loh.” bisik Sofi sambil
mengelus paha Dea yang dibalut rok panjang. “Daripada kamu berkhayal
sendirian, mending bareng kita sini. ujar Ratu sambil meremas pelan
payudara Dea yang cukup besar walau tidak sebesar Firda. “Kaliann…
ngghhh… hentikan donghhh…” lenguh Dea. “Tuh, mumpung kamu lagi gatel,
kita bantu sini.” Sofi menidih Dea sambil menciumnya dengan lembut.
Sementara Ratu memeloroti legging Dea lalu mengangkat rok panjangnya
hingga menampakkan sepasang kaki mulus dan celana dalam pink yang
sedikit basah. “Udah basah nih. Aku turunin ya biar ga basah banget.”
Ratu menarik celana dalam Dea hingga vagina Dea yang mulus tanpa bulu
terpampang dan sedikit basah. Sambil mencium Dea, Sofi membuka kancing
gamis Dea lalu menarik kait BH nya hingga lepas. Sofi melempar BH itu ke
tempat Ratu melempar celana dalamnya Dea. Dengan lembut Sofi memijit
sambil meremas payudara Dea kiri dan kanan lalu melepas ciumannya.
“Nggg… kaliaannhhh… tolong hentikan… aku malu…” desah Dea. “Gausah malu.
Kita kan sama-sama cewek.” goda Ratu sambil memijit halus betis dan
paha Dea. “Lagipula, hanya kita bertiga disini. Trio terkuat srikandi
yang ditakuti seantero Pelita Nusantara.” omongan Sofi mulai tidak
terkontrol. Beberapa menit kemudian, desahan Dea mulai agak mengeras.
“Ratu… uda.. mmhh..” Sofi mencium Dea yang ingin berteriak sambil terus
meremas payudaranya. Ratu semakin liar memijit kedua kaki Dea sambil
menciuminya bergantian. Vagina Dea mulai mengeluarkan sedikit cairan.
“mmhhh… slurp… tahan ya Dea.” Ratu memasukkan lidahnya ke vagina Dea
lalu ia putar-putar sambil mengelus kedua pahanya.”mmmhhh… mmmhmmmm…”
desahan Dea tertahan oleh ciuman ganas Sofi yang meremas payudara sambil
sesekali memencet putingnya. Dea tidak bisa melawan karena selain ia
diterkam dua wanita ganas, ia juga sedang horny sehingga ia hanya pasrah
menerima serangan Sofi dan Ratu.
Setelah beberapa menit kemudian, jilatan Ratu semakin liar sementara
lidah Sofi terus bermain di dalam mulut Dea hingga campuran air liur
mereka menetes keluar. “Mmmm… mm…” Dea memukul-mukul Sofi sambil
mengangkat-angkat punggungnya pertanda ia akan orgasme. Dea kemudian
mengapit kedua pahanya ke kepala Ratu lalu ia melenguh dengan keras
walau ditahan ciuman Sofi. Wajah Ratu seketika basah karena semburan
cairan vagina Dea, sementara mulut Sofi juga sudah basah oleh air liur.
Dea dalam kondisi berbaring sambil menikmati sisa orgasmenya. Vagina Dea
masih berkedut-kedut dan itu dimanfaatkan Sofi untuk memasukkan
jarinya. “Sof, udah… aku udah lemes..” pinta Dea. Sofi malah mengobok
vagina Dea yang masih berkedut lalu vaginanya kembali menyemburkan
cairan bening hingga membuat lantai ruang BEM becek. Dengan nafsu, Sofi
menjilati cairan yang berceceran dilantai sambil dilap menggunakan
tangannya. Ratu menghampiri Dea lalu ia masukkan jarinya yang basah oleh
cairan vagina ke mulut Dea yang sudah tidak berdaya. Sementara itu Sofi
juga mencium Dea sambil mentransfer cairan vagina di mulutnya. Malam
itu, di ruangan BEM berjejer tiga wanita muda yang baru saja merayakan
kenikmatan dunia. Dea tertidur ditengah dalam kondisi masih telanjang
kemudian Sofi dan Ratu memeluk Dea di sebelah kanan dan kiri.
Pagi harinya, Dea terbangun dengan kondisi masih telanjang. Ia melihat
Sofi dan Ratu masih tertidur pulas. Dea mencabut spidol di vaginanya
lalu ia lap hingga bersih. Setelah itu, Dea merapikan sisa pertempuran
semalam dan memakai kembali pakaiannya. Tak lupa Dea membangunkan Sofi
dan Ratu. “Guys, bangun. Bersihin semua kekacauan ini.” ujar Dea. Kedua
gadis itu tetap tertidur dan hanya berpindah posisi sehingga posisi
mereka terbaring keatas. Dea kemudian tersenyum lalu mengambil penjepit
kertas di laci. “Kalo ga bangun juga, aku kerjain kalian.” Dea menjepit
pipi Sofi dan Ratu menggunakan alat tersebut. Seketika mereka berdua
langsung bangun lalu mencabut alat tersebut dan melemparnya. “Aahhh…
sakkiiittt Dea..” keluh Ratu. “Sialan nih. Lagi mimpi enak padahal.”
ujar Sofi. “Hayo mimpi sama siapa ? sakit ya ? Sini aku usapin.” Dea
mengusap pipi Sofi dan Ratu. Dea yang awalnya terlihat manis kembali
memasang wajah tegang. “Aku harap malam tadi yang terakhir ya.” ujar Dea
sambil menatap tajam Sofi dan Ratu.
Akhir pekan menjadi hari yang sibuk untuk Nabila dan kawan-kawan. Mereka
akan melaksanakan pelatihan untuk mencari calon penerus Nabila sebagai
pembasmi kriminalitas dan maksiat di kampus Pelita Nusantara. Tidak ada
Firda di acara tersebut karena sedang fokus skripsi dan melayani Mr.
Hans. Hanya ada Nabila, Dea, Cindy, Nadya, Sofi dan Ratu. Nabila
memberikan materi dipandu oleh Cindy dan Nadya. Sementara itu ketiga
petarung mereka yaitu Dea, Sofi dan Ratu berkeliling di sekitar kawasan
untuk berjaga-jaga. “Dea, ini gawat. Aku dapat laporan dari staff ku di
dekat air terjun ada beberapa anggota BD.” ujar Ratu. “Berapa orang ?”
ujar Dea. “Ada 8 orang. Raharjo juga disana. Tapi…” ujar Ratu terputus.
“Kenapa ? Cuma 8 orang bisa kita lumpuhin dengan mudah. Kamu takut ?”
ujar Dea. “Nggak dong De. 20 orang juga aku habisin. Tapi hati-hati De,
sepertinya mereka merencanakan sesuatu.” ujar Ratu. “Yaudah ayo kesana,
tapi jangan sampai ketahuan. Saat waktunya tepat, kita serang mereka.”
Dea bergegas ke lokasi diikuti Ratu dan Sofi di belakangnya. Ratu
kemudian menoleh ke Sofi sambil mengedipkan matanya. “Jadi… Dea akan
dieksekusi mereka di tempat ini ? Riskan sekali.” batin Sofi.
Setiba di goa, benar dugaan mereka. Ada Raharjo dan beberapa anggota BD
yang lain sedang menyiapkan api unggun. Dea memberi isyarat untuk
menunggu sampe mereka lengah. Setelah beberapa jam, Dea memberi kode
menyerang kepada Sofi dan Ratu. Dea langsung keluar menghampiri anggota
BD yang sedang bermain gitar sambil minum-minum. “Apa yang kalian
lakukan disini ?! Bubar sekarang juga !” bentak Dea yang membuat
sekelompok orang itu terkejut dan melangkah mundur. Mendengar suara Dea,
Raharjo bersama Udin dan Wahyu keluar dari tenda. “Eh ada mbak Dea.
Ketemu lagi kita. Ada neng Sofi sama Ratu juga.” sapa Raharjo santai.
“Apa maksudmu bikin acara disini ? Kalian pasti ingin meracuni anak-anak
lagi dengan pikiran kotor kalian.” ujar Dea. “Loh kok kamu nethink
duluan sih ? Kita disini justru lagi nungguin kamu buat kita ajak
jalan-jalan. Jalan-jalan ke neraka kenikmatan.” ujar Raharjo diikuti
tawa anak buahnya. “Kurang ajar !” Dea meninju wajah Raharjo hingga
terjatuh. Namun Raharjo hanya menyeringai sambil mengelus pipinya. “Jadi
ini tinjuan skrikandi terkuat di kampus. Jadi pengen bayangin kalo dia
genggam kontol gue kayak gimana. Bakal cepet ngecrot kali ya.” ujar
Raharjo. “Sialan ! Sofi, Ratu ayo kita habisin mereka semua.” Dea, Sofi
dan Ratu memasang kuda-kuda. Namun saat Dea hendak menyerang, Ratu dan
Sofi malah meringkus Dea. Ratu mengunci kaki Dea, sementara Sofi
mengunci kedua tangan dan tubuh Dea hingga ia tengkurap.
“Kalian ??? Apa-apaan ini ?” Dea berusaha melawan. Raharjo tersenyum
lalu menghampiri Dea. “Kamu sebagai atasan terlalu santai melepas
mereka. Jadi gatau kan kalo mereka udah lama jadi budak kita.” ujar
Raharjo diiringi tawa anak buahnya. “Sofi ! Ratu ! kurang ajar kalian !
Lepaass…” Dea memberontak. Walau Dea adalah gadis yang kuat, diringkus
oleh dua orang yang setara kekuatannya hanya membuang energi. “Ayo
berontak terus, aku mau lihat sampai mana kamu bertahan.” ujar Raharjo
sambil mengusap kening Dea dan melepas kacamatanya. “Cuih ! Menyingkir
dari hadapan aku !” Dea meludahi Raharjo sambil membuang muka. “Bangsat
!” Raharjo memukul wajah Dea hingga hidungnya mengeluarkan darah.
“Aauhh.. sshh…” Dea mengaduh. “Jangan sombong lo ! bentar lagi lo bakal
gue bikin enak. Din, ambil minuman itu.” Raharjo menyuruh Udin mengambil
sebotol miras. Dengan kasar, Raharjo memasukkan botol tersebut ke mulut
Dea. “Minum nih ! Mampus lo ! mampuuuss !” Raharjo sudah tidak bisa
menahan emosinya sambil menyodok-nyodok botol tersebut. “Gluk… oohkk..
gluk…” Dea yang mual karena rasa miras itu terpaksa meneguknya dan
karena sodokan Raharjo membuatnya tersedak. Dea mulai terlihat kelelahan
karena sudah membuang banyak tenaga untuk memberontak. Setelah melihat
botol minuman nya habis, Raharjo langsung memukul kepala Dea menggunakan
botol tersebut hingga pecah. Dea pun pingsan dan mengeluarkan darah
dari dahinya. “Bang… bisa mati anak orang.” ujar Udin. “Dipukul gituan
doang Cuma bikin pingsan. Ayo kita ke markas. Lo berdua, mending balik
ke ratu kalian bilang nih anak pulang duluan sakit.” ujar Raharjo. Para
gerombolan BD membopong Dea ke markas besar sementara Sofi dan Ratu
kembali ke pondok kemah menyusul Nabila dan kawan-kawan.
credit to : marcioz

No comments:
Post a Comment