Saturday, September 29, 2018

Dira (Inilah Yang Kumau) Part 10



Eko kulihat sudah keringatan, begitupun aku. Jilbab yang aku kenakan sudah berantakan. Karena gak pakai peniti maka jilbabnya mudah banget lepas. Dari tadi aku berkali-kali membetulkannya. Namun makin lama aku jadi makin gak punya kesempatan untuk membetulkannya karena Eko yang makin beringas. Pada akhirnya jilbab itu terlepas sepenuhnya dari kepalaku. Malah jadi alas tempat tidur. Jilbab yang seharusnya jadi penutup auratku kini malah jadi alas tempat aku bergumul dengan cowok yang bukan muhrimku. Astaga, ini jilbab pemberian mama kan!? Baru ingat aku. Duh... maaf yah Ma.

“Kak Dira emang yang paling cantik” ucap Eko sambil mengelus rambutku. Saat ini aku berada di bawahnya. Tubuhnya menempel menindihku dari atas. Wajah kami berhadap-hadapan. Karena tubuhnya yang lebih pendek, maka penisnya jadi berada di atas perutku. Untung saja aku lebih tinggi darinya. Kalau kelamin kami nempel kan gawat juga.


“Terus? Kenapa emang kalau kakak cantik?”

“Pengen aku entotin...”

“Ih kamu ini... dasar cabul!”

“Biarin... salah kak Dira sendiri nafsuin. Cantik banget lagi... Pasti banyak yang pengen ngentot sama kakak... Ayo kak ngentot sama aku aja”

“Bayar dulu sepuluh juta!” ucapku asal. Ih, kok aku malah kayak pelacur aja nyebut-nyebut harga. Tentu saja aku gak benar-benar berniat menjual harga diriku dengan harga segitu. Ditawari berapapun aku gak bakal mau. Perawanku mutlak untuk suamiku kelak.

“Yaah... mahal kak, mana ada aku duit segitu” balas Eko polos yang membuatku jadi tertawa.

“Ya udah, kalau gitu ya gak boleh, hihihi”

“Ih kakak ini” Dia lanjut menciumi wajahku. Sekarang tubuhnya malah naik turun menggesek tubuhku seperti setrikaan. Awalnya penisnya hanya menggesek di atas perutku, namun lama kelamaan makin turun hingga akhirnya menggesek tepat di atas vaginaku. Kepala Eko kinipun sudah berada di atas dadaku. Dia membenamkan wajahnya di sana. Sesekali lidahnya menjilati kulit payudaraku. Kadang mengulum ujung buah dadaku seakan ingin menelannya. Keenakan banget dia kayaknya. Dia betul-betul cowok yang paling beruntung karena bisa menikmati tubuhku habis-habisan seperti ini.

Goyangan Eko makin kencang. Akupun juga makin horni. Kami sama-sama larut dalam birahi. Ranjang tempat kami bergumul berderit kencang. Keringat terus membanjiri tubuh kami berdua. Eko terus meracau gak jelas bilang pengen ngentotin aku, meransangku secara verbal.

“Ngghh... Ko... kamu pengen ngentotin kakak ya?” Aku ikut meransang diriku sendiri dengan membalas kata-katanya.

“Ah... iya kak...”

“Pengen banget ya?”

“Iya kak...”

“Ngghh... Kakak sebenarnya pengen... tapi gak boleh, dosa”

“Gak apa kak... biar aja”

“Ahhh Ko...” Entah kenapa karena teringat dosa aku justru makin birahi. Tiba-tiba tubuhku mengejang kelojotan. Aku benar-benar gak tahan menerima perlakuan darinya. “Ah... Ko... kakak... ngghh, ngghhhh....” Aku klimaks!

Eko yang tahu aku sampai akhirnya berhenti menggesek. “Hehehe, enak yah Kak?” tanyanya cengengesan. “Coba aja kakak mau aku entotin, pasti lebih enak” Aku menjawab dengan tersenyum kecil, lalu mencubit hidungnya. Yang baru ku rasakan memang luar biasa nikmat. Walaupun aku bisa membayangkan kalau benar-benar bersetubuh itu pasti lebih nikmat, tapi tetap gak boleh. Aku masih menganggap kalau itu terlarang banget.

Aku dorong tubuh Eko. Lalu bangkit dari ranjang. Aku ambil jilbab yang jadi alas tempat kami bergumul itu. Tampak sekarang kalau jilbab itu jadi basah di beberapa bagian karena keringat kami dan cairan vaginaku. Duh... Jilbab pemberian mamaku kini jadi gak karuan. Mama gak boleh tahu kalau jilbab pemberiannya aku giniiin. Tapi aku entah kenapa malah suka melihat jilbabku jadi kotor gini. Apa dibuat lebih kotor aja ya.. disemprotin pejunya Eko mungkin, hihihi.

Tiba-tiba aku dikagetkan dengan suara teman-teman Eko yang memanggilku. Aku betul-betul lupa kalau mereka masih ada di sini. Keasikan sama Eko jadi kelupaan. Mereka sepertinya sedang mencari dimana aku berada.

“Iyaaa... kakak di sini!!” sahutku. Aku kemudian berkata pelan pada Eko “Ko... jangan berisik yah, kakak gak mau ketahuan sedang berduaan dengan kamu di sini” Ekopun mengangguk. Ku buka pintu dan hanya mengeluarkan kepalaku, sedangkan tubuh telanjangku ku sembunyikan di balik pintu.

“Kak Dira dicariin ternyata di sini, lagi ngapain kak?” tanya Didik.

“Lagi tidur... kalian mainnya di kamar kakak sih, jadinya kakak tidur di kamar ini” jawabku.

“Oh... lagi tidur... Biar aku temenin tidur kak, hehe” ucap Riki sembarangan. “Aku juga mau temenin kak” ucap yang lain ikut-ikutan.

“Hahaha, nggak mauuu” Tentu saja aku tolak. Tidur bareng dengan Eko aja aku sudah kerepotan. Apalagi kalau mereka juga ikut-ikutan. Makin terancam memewku nanti. “Emang ada apa cariin kakak?” tanyaku kemudian.

“Gak ada apa-apa sih kak... pengen lihat kak Dira aja, bosan main komputer...” jawab Arman sambil berusaha celingak-celinguk ke balik pintu. Sepertinya dia mulai curiga kalau ada yang gak beres denganku.

“Duh, kalian ini... kakak kira ada apa. Gangguin kakak tidur aja ih... Kalau udah bosan ya pulang aja, Eko udah pulang dari tadi tuh” ucapku berbohong.

“Kakak tidurnya telanjang ya?” tanya Arman akhirnya. Aaah.. Kok tahu sih? Dia sepertinya berhasil melihat tubuh telanjangku. Duh!

“Yang benar bro!??” Rikipun langsung berusaha ngintip-ngintip ke balik pintu dibuatnya, begitupun dengan Didik. Ya sudah deh, kalau udah ketahuan ya gimana lagi. Percuma disembunyikan lagi. Daripada mereka terus berusaha ngintip-ngintip ke balik pintu dan mendapati ada Eko di sana, mending aku jujur aja kalau beneran lagi telanjang.

Aku kemudian keluar dari balik pintu. Nekat memperlihatkan tubuh telanjangku di hadapan mereka. Pintu kamar tersebut langsung kututup begitu aku keluar.

“Wiiih... kak Dira beneran bugil brooo!”

“Seksi kak! Bikin nafsu!”

“Anjing... langsung ngaceng gue!” ucap mereka seketika. Aku tersenyum saja mendengar ocehan mereka. Aku malah suka dengar mereka berkata seperti itu. Awalnya aku berusaha menutupi vagina dan buah dadaku seadanya dengan tangan, tapi karena mereka sudah pernah melihatku bugil sebelumnya, akupun tidak menutup-nutupi tubuhku lagi.

“Padahal tadi gue mau pulang, tapi kalau kak Diranya bugil gini gue bertahan deh, hehe” ucap Riki ke teman-temannya.

“Iya, gue juga...” yang lain pada setuju.

“Hahaha, gitu amat... Kalian mau ngapain emangnya kalau kakak bugil?” ujarku.

“Ya gak ngapa-ngapain sih kak, senang aja liat kakak bugil”

“Iiih.. sana pulang! Kakak mau istirahat!” suruhku. Takut juga kalau mereka lanjut minta yang aneh-aneh. Cukup sekali hari itu saja. Aku gak yakin kalau kejadian hari itu diulang lagi vaginaku masih selamat.

“Yaah... kok pulang sih kak? Baru juga liat kakak bugil, biarin kami coli dulu kek” balas mereka keberatan. Mereka terus memohon padaku agar jangan mengusir mereka.

“Duh... kalian. Ya udah... kalian kakak bolehin coli deh, tapi habis itu langsung pulang ya” ucapku membolehkan. Malas berlama-lama meladeni omongan mereka. Riki, Arman dan Didik pun bersorak gembira. Mereka tanpa permisi segera menurunkan celana mereka dan langsung mengocok penis masing-masing di hadapanku. Betul-betul gak ada sopan santunnya. Tapi sebenarnya akulah yang lacur. Auratku itu harusnya aku jaga, bukan untuk dijadikan objek onani beramai-ramai. Ya kan?

“Ugh... kak Dira... sshh” mereka mendesah-desah keenakan sambil menyebut namaku. Aku sendiri hanya berdiri di hadapan mereka sambil terus tersenyum, kadang tertawa melihat ekspresi mereka. Sesekali juga omongan cabul mereka ku balas.

“Iya... enak ya? Suka ya lihat kakak bugil? Kakak biasanya selalu pakai jilbab lho ini... sekarang bugil khusus untuk kalian... jadi puas-puasin deh.. Ayo-ayo dikeluarin.. yang banyak” ucapku diakhiri desahan nakal untuk memancing nafsu mereka. Sepertinya ucapan-ucapan nakalku berhasil membuat mereka cepat muncrat. Tak butuh lama hingga akhirnya ketiga bocah itu menumpahkan sperma mereka. Lantai di depankupun jadi kotor berlumuran sperma bocah-bocah itu.

“Ah... enak banget kak...”

“Makasih ya kak...” ucap mereka begitu selesai ngecrot.

“Iya... udah kan? Sana pulang... tapi bersihkan dulu tuh sperma kalian” suruhku kemudian.

“Oke kak...” sahut mereka. Arman langsung ke dapur untuk mengambil kain lap.

“Eko rugi banget tuh cepat banget pulangnya, hahaha” ucap Riki bangga. Hahaha, padahal yang didapat Eko jauh lebih banyak dari yang mereka dapatkan.

Untungnya setelah itu mereka beneran pulang, gak nambah minta macam-macam. Aku antar mereka sampai ke depan pintu. Di sana Riki seenaknya mencium pipiku, lalu langsung kabur penuh kemenangan. Dasar dia ini. Untungnya Eko gak seliar Riki, kalau nggak vaginaku mungkin sudah lama hilang perawannya, hihihi. Duh, gara-gara kejadian barusan aku jadi horni lagi.

Setelah teman-teman Eko pulang aku kembali ke kamar tadi. Ku lihat Eko sedang tiduran sambil mainin hapeku. Mungkin sedang melihat foto-foto liburanku. Penisnya yang berselubung kondom itu masih tegang saja dari tadi.

“Sudah pulang kak mereka?”

“Udah... Hmm... Ko, pengen di sini aja atau pindah ke kamar kakak?” tanyaku. Aku tahu kalau dia pengen lanjut. Aku juga pengen lanjut karena udah terlanjur sange. Tapi meskipun lanjut tentu saja aku tetap gak akan bersedia disetubuhi. Setidaknya lanjut sampai dia muncrat saja.

“Terserah kakak aja kak”

“Ya udah, ke kamar kakak yuk..” ujarku. Ku tarik tangannya agar mengikutiku, membawa Eko sampai ke kamarku. Bagaimanapun memang lebih nyaman di sana sih. “Tapi ingat ya jangan sampai entotin kakak di sana... Kalau kamu sampai entotin kakak, kamu gak akan kakak maafin!” ucapku. Dia tidak menjawab dan hanya senyum-senyum. Dasar bocah ini. Dia sepertinya masih berharap. Pokoknya nggak boleh dan nggak akan!

Begitu sampai di kamar, Eko langsung memeluk dan menciumi tubuhku. Sepertinya pemandangan diriku yang telanjang bulat terlalu menarik di matanya. Bikin dia nafsu terus. Yaah... aku sih gak masalah dicium, dipeluk dan digerepe selama gak disetubuhi. Kami berdiri berpelukan hadap-hadapan. Karena dia lebih pendek maka kepalanya sejajar dengan dadaku. Eko menggunakan kesempatan itu untuk mengulum buah dadaku. Habis buah dadaku dicupanginya. Makin sange aku dibuatnya. Penisnya yang menegang dari tadi mengacung berada di bawah vaginaku, dijepit di antara pangkal pahaku.

Setelah beberapa saat Eko kemudian berhenti. Dari raut wajahnya tampak kalau dia belum puas mencabuliku, dia ingin lebih. Bocah itu menatapku penuh harap. Sambil mendekap memeluk pinggangku dia mulai menggoyangkan tubuhnya maju mundur seperti gerakan orang bersenggama. Dia belum berhenti untuk bisa menyetubuhiku! Karena aku hanya diam, dia kembali membenamkan wajahnya di buah dadaku. Namun kali ini tubuhnya terus bergerak maju mundur. Menggesekkan penisnya di antara pangkal pahaku.

“Ahhh... Ko... pelan-pelan aja...” ujarku. Namun dia tidak peduli. Padahal aku takut banget kalau penisnya itu tiba-tiba melejit masuk. Untungnya posisi penisnya masih lumayan jauh dari liang vaginaku. Setelah cukup lama Eko akhirnya capek sendiri. Dia akhirnya melepaskan tubuhku.

Karena aku juga capek, akupun langsung terduduk di lantai. Nafasku ikut terengah-engah seperti Eko. Eko sendiri tidak beranjak. Penisnya yang masih berselubuh kondom itu kini berada tepat di depan wajahku. Aku tatap mata Eko. Aku memang tidak akan menyerahkan keperawananku pada Eko, tapi mungkin aku bisa memberikan hal lain untuknya. Sesuatu yang belum pernah aku berikan pada Eko sebelumnya. Dan.. hap! Sambil masih melihat wajah Eko, ku masukkan penis bocah itu ke mulutku.

“Ngghh...” Eko langsung melenguh. Begitu Eko melenguh langsung ku cabut kembali.

“Kenapa?” tanyaku senyum-senyum.

“Enak kak, hehe”

“Suka?”

“Suka banget... lagi dong kak..” pintanya. Akupun mengiyakan. Aku beri dia senyuman semanis mungkin sebelum kembali memasukkan penisnya ke mulutku. Ah... Dadaku berdebar kencang. Gila, kok mau-maunya ya aku memasukkan alat kelamin cowok ke mulutku? Betul-betul murahan aku sekarang. Gak pantas banget aku melakukan hal sejorok ini. Namun karena sedang horni aku jadi mau. Malah aku yang inisiatif.

Siapapun pasti tidak ada yang menyangka kalau gadis sepertiku mau melakukan hal seperti ini. Di kamar sendiri dengan suka rela mau mengulum penis remaja tanggung yang bukan muhrimku. Aku bersimpuh di lantai dengan kedua tangan di depan menopang tubuhku dan kaki dilipat ke samping. Sedangkan bocah itu berdiri berkacak pinggang. Sungguh pemandangan yang sangat ganjil. Gak boleh ada yang lihat, apalagi dilihat orangtuaku!

Hmm.. enak juga ya rasanya ngulum penis berkondom. Ada rasa strawberrynya, hihihi. Eko mendesah keenakan seiring gerakan kepalaku yang maju mundur mengulum penisnya. Dia terus melirikku seakan sedang menikmati pemandangan yang ada di hadapannya. Akupun berusaha tersenyum dan membalas tatapannya sambil terus mengulum. Dia mungkin gak pernah membayangkan ada gadis kuliahan cantik yang mau mengulum penisnya tanpa paksaan dan tanpa bayaran. Meski ini yang pertama bagiku, tapi aku berusaha memberikan sebaik yang aku bisa. Aku ingin memuaskan bocah ini. Aku kemudian tidak lagi sekedar mengulum. Tapi juga memainkan lidahku di sana sambil sesekali penisnya ku kocok dengan tanganku. Makin keenakan si Eko.

Beberapa saat kemudian, Eko memegangi kepalaku.

“Mau kamunya yang gerakin sendiri ya Ko?” tanyaku padanya.

“Iya kak”

“Ya udah, silahkan” ucapku lirih. Aku kulum penisnya lagi. Namun pinggulnya yang tadi diam kini aktif bergerak maju mundur menyodok mulutku dengan batang penisnya. Eko mendominasi mulutku dengan penisnya! Ah.. gila deh. Aku malah suka diperlakukan seperti ini.

“Ah... kak Diraaa... mulut kakak bikin kontolku enak... ahhh...” Eko meracau.

“Nggghhh... mmhh...“ Aku sendiri hanya bisa mengerang-erang gak jelas. Semakin kurang ajar aku diperlakukan malah semakin pasrah aku dibuatnya.Seperti sebelumnya, walau agak susah aku terus berusaha tersenyum menatapnya meski mulutku sedang digenjotin. Seakan mempersilahkannya berbuat apapun yang dia suka pada mulutku dengan kontolnya.

“Ahhh... enak banget rasanya ngentotin mulut kakak... kak Dira cantik banget... aku suka”

Eko terus menyetubuhi mulutku. Gerakannya makin lama makin menghentak-hentak. Kadang dia berlama-lama membenamkan selangkangannya ke wajahku sehingga membuatku jadi susah bernafas. Terkadang ia menggenjot agak menyamping sampai ujung kepala kontolnya justru mentok ke pipi hingga membuat tonjolan bulat besar pada sebelah pipiku. Eko yang terbawa nafsu jadi semakin bejat memperlakukan diriku. Bocah itu lupa diri. Aku yang lebih tua darinya, lebih terdidik, dan lebih tinggi status sosialnya seharusnya dia perlakukan dengan hormat, bukan dilecehkan seperti ini. Namun aku juga sudah terbawa nafsu hingga pasrah diperlakukan apa saja oleh bocah yang sedari tadi berusaha merenggut kegadisanku. Aku yang lebih tahu sopan santun seharusnya juga tidak membiarkan diriku diperlakukan seperti ini.

“Kak Dira cantik kak... kalau mulutnya aku entotin... ngghhh” ucapnya terengah-engah.

“Mmmhh...” sambil terus menatap ke atas aku menjawab sebisaku.

Selagi mulutku disodok, aku terus memikirkan betapa nakalnya diriku yang sekarang. Semua ajaran orangtuaku jadi tidak ada artinya. Mereka pasti kecewa berat kalau tahu apa yang anak gadisnya lakukan. Capek-capek anak gadisnya dididik dengan benar, diam-diam malah terus bikin dosa yang kalau kesebar bisa bikin hancur nama keluarga. Ah... birahiku justru meledak-ledak karena memikirkannya! ‘Maafin Dira yah Pa, Ma... Dira janji gak akan ketahuan kok. Kalau ini memang dosa, biarkan Dira menikmatinya,’ batinku karena sedang sange berat.

Tidak lama kemudian aku merasakan penis Eko berdenyut. Eko membenamkan penisnya ke mulutku dalam-dalam lalu tubuhnya kelojotan. “Aaaahh... kak Diraaaaa” teriak Eko kencang. Bocah itu akhirnya muncrat. Karena penisnya terbungkus kondom, maka spermanya tertampung di ujung kondom. Gilanya aku juga orgasme! Aku orgasme karena mulutku disetubuhi! Saking horninya aku jadi ikut-ikutan orgasme dibuatnya. Lacur banget. Setelah selesai mengeluarkan spermanya, Ekopun melepaskan kepalaku.

“Hah hah.... Udah Ko? Hah hah... Enak?” tanyaku dengan nafas terengah-engah.

“Enak kak, hah.. makasih ya...” Eko menjawab dengan nafas yang juga putus-putus.

Ku bantu melepaskan kondom itu dari penisnya. Cukup banyak kulihat spermanya di ujung kondom itu. Hmm.. Jika sperma sebanyak itu masuk ke vaginaku mungkin aku bisa hamil kali ya. Kondom itu kemudian ku buang ke tempat sampah.

Karena capek, aku langsung ke tempat tidur dan berbaring di sana. Bocah itu juga ikut-ikutan. Dia tiduran di sebelahku. Kami ingin istirahat dulu. Kami sama-sama tahu kalau setelah ini kami masih ingin melakukannya lagi.

Setelah beberapa saat ku lihat Eko ternyata sudah tertidur. Sedangkan aku akhirnya bangkit dan memilih untuk main internet di komputer. Tiba-tiba aku kepikiran, apa jadinya ya kalau foto-foto erotisku yang diambil oleh Dodi itu diupload ke internet. Pasti bakalan banyak yang komentar dan memujiku. Hmm... penasaran. Mungkin nanti bisa dicoba, tapi tentunya wajahku harus disensor dulu biar gak ketahuan, haha.

Aku yang masih telanjang bulat kemudian keluar kamar. Aku beraktifitas dan keluyuran tanpa memakai pakaian sama sekali. Dari mencuci piring hingga menonton tv. Akhirnya Eko bangun dan kamipun nonton tv berdua. Di sana, Eko kembali mencabuliku. Bocah itu tidak ada puas-puasnya! Akupun mempersilahkannya berbuat apapun yang dia inginkan ke tubuhku. Kami bergulingan dan saling tindih di atas karpet. Kelakuan kami seperti sepasang kekasih yang sudah lama tak berjumpa. Ingin terus berduaan dan menempel seharian. Namun sayangnya ini akan menjadi yang terakhir. Seperti yang ku katakan padanya, setelah ini dia tidak boleh lagi main ke rumahku. Dia harus setia dengan pacarnya.

“Kak... nungging dong... aku mau selipin penis aku dari belakang” pinta Eko yang langsung kuturuti. Bocah itu tidak lagi merengek minta ngentot denganku. Eko sepertinya sudah mengerti kalau bagaimanapun aku tidak akan bersedia dia setubuhi. Dia pastinya juga tidak mungkin tega untuk melakukannya dengan paksa. Jadi dia pengen memanfaatkan kesempatan yang ada sebaik mungkin.

Saat kami sedang asik, ternyata kurir yang anterin paket itu datang. Eko segera menghentikan aktifitasnya. Namun aku menahannya. Kali ini aku berniat untuk tampil lebih nekat di hadapan kurir itu. Untungnya itu mas-mas yang biasa anterin, yang sudah berkali-kali melihatku dengan tampilan yang mengundang syahwat. Akupun segera ke depan untuk membukakan pintu, namun aku bilang ke Eko untuk terus memelukku. Ya... aku akan menemui kurir tersebut bersama Eko yang sedang menempel denganku! Yang mana kami masih sama-sama telanjang bulat! Ini sih bukan nekat lagi, tapi gilak!

“Eh... m-mbak Dira... ngapain?” Tentu saja kurir tersebut terkejut melihat apa yang ada di hadapannya. Ada seorang gadis dewasa cantik telanjang bulat lagi dipeluk seorang bocah dekil yang juga telanjang bulat. Kondisiku yang berantakan dengan tubuh basah dan rambut acak-acakan lepek karena keringat memberikan kesan kalau kami baru saja melakukan persetubuhan.

Aku tersenyum saja “Mana mas yang harus aku tanda tangani?” ujarku pura-pura cuek, padahal deg-degkan banget. Melakukan hal segila ini tentunya membuat dadaku berdebar kencang gak karuan. Malu banget! Telanjang bulat aja udah malu, apalagi tampil berdua dengan Eko dengan kondisi begini. Namun perasaan malu dan deg-degkan itulah yang bikin asik. Tapi aku binal banget yah nekat kayak gini. Auratku terumbar dan bagian-bagian terlarang tubuhku tidak kututupi sama sekali, terus dipeluk sama cowok abg pula. Kurir tersebut pasti makin menganggap kalau aku adalah cewek murahan.

“Dia siapa mbak?” tanya kurir itu lagi setelah ku kembalikan bukti terima yang sudah kutanda-tangani.

“Hmm.. pacar aku”

“Waahhh... kirain itu adeknya”

“Iya sih mas adek... adek ketemu gede” ucapku ngasal.

“Hebat banget kamu dek bisa punya pacar cewek kuliahan, cantik dan seksi lagi” ucap kurir tersebut pada Eko. Bocah itu tersenyum bangga, lalu memelukku dengan erat, tangan Eko meremas pantatku hingga membuat aku menjerit kecil.

“Awwhh... Ko... jangan nakal di depan orang” ucapku. Eko cengengesan. Dia yang tadi malu-malu kini malah terlihat senang mengerjaiku. Sedangkan kurir itu makin mupeng.

“Duh... maaf mbak, saya jadi gak tahan... boleh nggak saya nonton mbak Dira ngentot?” pinta kurir itu. Haha, dia benar-benar berpikir kalau aku dan Eko abis ML.

“Mas pengen lihat?”

“Pengen lah mbak... apalagi kalau boleh ikutan, hehe” jawabnya. Sepertinya aksiku kali ini sudah membuat mas-mas ini kehabisan kesabaran. Padahal selama ini dia masih bisa nahan diri dan gak banyak cincong. Melihat aku telanjang bulat dengan Eko akhirnya membuat dia tidak tahan juga untuk ‘icip-icip’. Tapi tentu saja permintaannya itu aku tolak. Aku lebih suka membiarkannya terus penasaran.

“Maaf yah mas, lain kali aja... sekarang mas pergi dulu ya... kami mau lanjut soalnya...” ucapku malu-malu.

“Ohh... gitu ya mbak, ya udah deh tidak apa-apa...” ucapnya kecewa. Untungnya dia terlalu baik untuk tidak memaksa. Akhirnya diapun pergi. Seperti biasa, sebelum dia pergi aku memintanya untuk jangan bilang siapa-siapa. Dan akupun selalu percaya dia tidak akan bilang siapa-siapa karena dia sendiri yang akan rugi. Tapi kalau besok-besok mas-mas itu datang lagi apa yang akan kulakukan!? Duh...

“Yuk Ko.. lanjut...” ujarku ke Eko setelah menutup pintu.

“Kak Dira emang gak malu ya tadi?” tanya Eko. Aku hanya tersenyum. Malu banget Ko!!

Akupun melanjutkan perbuatan tak pantas itu lagi dengan bocah ini. Aku dan Eko kembali bergumul panas. Kali ini kami melakukannya di teras belakang rumah di samping kolam ikan. Melakukannya di tempat terbuka sensasinya memang beda. Aku kembali horni. Semua yang sudah ku lalui bersama Eko hari ini membuat birahiku makin menjadi-jadi. Aku sange berat! Aku gak bisa menahannya terus. Vaginaku makin terasa gatal ingin dimasuki alat kelamin laki-laki. Meski aku tidak ingin, tapi tubuhku tidak bisa menolaknya. Aku sempat berpikir apa kuserahkan saja perawanku untuk bocah ini. Tapi cepat-cepat ku buang pikiranku itu. Aku dorong tubuh Eko sebelum terlambat.

Aku putuskan untuk ngasih Eko oral lagi, kali ini tanpa kondom. Sepertinya hanya itu jalan keluarnya. Supaya Eko gak tersiksa pengen ML tapi ketahan. Supaya Eko gak terus-terusan merangsangku. Dan supaya ini cepat berakhir. Meski Eko gak sengebet sebelumnya, tapi aku takut kalau ujung-ujungnya justru aku yang ngebet pengen disetubuhi olehnya.

Penis bocah itu kembali kumanjakan. Tidak hanya menggunakan mulutku, tapi juga tangan dan buah dadaku. Eko sempat-sempatnya mengambil foto-fotoku dengan hapenya. Biarlah, mungkin sebagai kenang-kenangan untuknya. Ekopun akhirnya muncrat. Kali ini ku biarkan dia muncrat di dalam mulutku. Mati-matian aku menahan amis pejunya yang kental. Sambil menerima semburan pejunya di mulutku aku terus berusaha menatapnya biar dia senang. Ahh... hari ini aku melakukannya terlalu jauh sampai-sampai bersedia menampung sperma di mulutku segala, ternyata begini rasanya sperma. Gak enak banget! Cepat-cepat ku muntahkan. Di dekatku ada keran air. Segera aku kumur-kumur di sana. >,<

Aku yang kebelet kencing akhirnya malah jongkok di tepi kolam ikan dan kencing di sana. Eko melongo melihatku yang kencing sembarangan. Pemandangan ini tentunya juga sangat seksi di matanya.

“Kenapa? Kakak kebelet tau!” ucapku senyum-senyum. Dengan tiba-tiba aku lalu menarik tangan Eko dan mendorong tubuhnya ke kolam tersebut. Diapun kecebur masuk kolam. Iseng banget aku, hihihi. Ikan-ikan di sana pasti kaget. Mana tadi aku kencingi lagi. Maaf yah ikan... ^o^

“Ahhh... kakak ini” rengek Eko. Aku tertawa cekikikan, tapi akupun kemudian malah ikut masuk ke kolam. Telanjang berdua dengan Eko di sana. Kolam tersebut dalamnya hanya sepahaku. Terus terjadi acara siram-siraman yang lebay banget. Aku jadi basah gara-gara main air di kolam ikan yang penuh lumut dan airnya kehijau-hijauan itu. Tapi aku gak mau lama-lama karena airnya bikin gatal. Dari sana aku langsung mandi, tentunya bareng Eko.

Tapi itu adalah penutup.

Acara mandi bersama tersebut menjadi aktifitas terakhir kami untuk hari itu... dan mungkin untuk selamanya.

Hari ini adalah yang terakhir.

***

Setelah mandi baik aku maupun Eko lebih banyak diam. Kami sama-sama tahu kalau setelah ini mungkin kami tidak akan bertemu dalam waktu yang lama. Menjelang sore, akhirnya Eko harus pulang. Dia sempat bertanya sekali lagi apakah benar dia tidak boleh main ke rumahku lagi. Aku jawab tidak boleh. Bagaimanapun dia harus komitmen kalau memang pacaran dengan Susi. Jadi dia seharusnya tidak dekat dengan cewek lain. Tidak boleh main ke tempatku. Apalagi melakukan hal mesum padaku. Aku ingin dia menjaga perasaan pacarnya. Aku tidak ingin pacarnya itu hanya jadi pelampiasan karena dia tidak bisa ML denganku.

Ekopun tidak berkata apa-apa lagi. Dia hanya bisa bilang kalau dia akan menepati janjinya untuk setia dengan pacarnya. Ekopun kemudian pergi. Cukup berat langkahnya pergi dari rumahku.

“Cowok kok jalannya lesu, yang tegap dong...” teriakku sebelum dia menutup pagar rumahku. Eko hanya tersenyum, lalu menghilang dari pandanganku.

Bukan Eko saja yang merasa kehilangan. Akupun juga. Aku sudah terlanjur nyaman dengannya. Aku senang melakukan hal mesum dan dimesumi olehnya. Hanya dengan Eko aku nekat membiarkan tubuhku diekspos dan dijamah habis-habisan. Hanya Eko yang ku percaya melakukan hal sejauh itu padaku. Dengan Eko rasanya sangat berbeda. Tapi ku rasa ini adalah keputusan yang tepat. Ini demi kebaikan bocah itu sendiri. Aku ingin Eko menjadi cowok yang bertanggung jawab. Cowok itu harus bisa menanggung akibat dari pilihan yang dia ambil. Cowok itu harus bisa menjaga perasaan cewek. Cowok itu harus setia dengan pasangan yang dipilihnya. Setidaknya cowok yang aku kenal harus seperti itu. Dan aku ingin Eko seperti itu.

Jadi....

"Selamat tinggal, Eko"


Credit to : bramloser

No comments:

Post a Comment