Saturday, September 29, 2018

Dira (Inilah Yang Kumau) Part 5



Hari-hari terus berlalu. Aku kadang kepikiran, kenapa ya aku mau-maunya membiarkan tubuhku dinikmati oleh bocah itu? Kalau pengen pamer body kenapa gak cari cowok ganteng aja sekalian? Tapi mungkin kalau bukan dengan Eko rasanya gak akan sama kali ya… Entahlah. Aku benar-benar tidak tahu kenapa aku bisa melakukan hal sejauh ini bersamanya. Tidak cuma membiarkan dia melihat aku telanjang, tapi juga membiarkan dia bermain-main dengan tubuhku. Bocah itu sudah dapat banyak >,<

Ku matikan shower dan melangkah keluar dari kamar mandi. Aku tidak mau terlalu memikirkannya. Yang penting aku bisa melakukan apa yang aku mau. Tidak terus terkekang oleh aturan-aturan yang gak boleh begini gak boleh begitu. Mereka bilang pakaian itu harus sopan dan tertutup, selama ini aku sudah melakukannya, tapi ternyata rasa deg-degkan ketika orang-orang melihatku dengan pakaian terbuka lebih membuat aku senang. Pujian orang-orang padaku juga semakin membuatku makin ketagihan untuk pamer aurat.


Selesai handukan, seperti biasa aku tidak langsung mengenakan pakaian. Aku keluyuran di dalam rumah telanjang bulat. Padahal hari Senin, tapi hari ini aku tidak ada kegiatan. Jadwal kuliah sedang kosong dan aku sendirian di rumah. Eko juga masih sekolah. Ngapain ya enaknya? Apa aku nawarin diri ke Dodi untuk difoto-foto erotis lagi? Hihihi, Eh, tapi nggak sekarang ah, tempatnya lumayan jauh, di dekat kampusku. Lagi malas nyetir mobil. Kapan-kapan aja deh.

Ya… Selain Eko, Dodi juga menjadi pria lain yang beruntung. Tapi dia cuma sekedar mengambil gambar-gambar bugilku aja, sama ngambil gambar adegan erotisku dengan Eko waktu itu. Gak pernah macam-macam. Gak tahu juga apa karena emang gak mau atau karena gak berani minta. Tapi aku gak yakin juga sih dia bisa nahan gak berbuat macam-macam kalau nantinya aku sering-sering main ke sana.

Oh ya, sampai sekarang memang hanya Eko dan Dodi saja yang pernah melihat aku yang gak pakai baju. Tapi akhir-akhir ini aku sering iseng menerima tamu yang gak aku kenal dengan memakai pakaian yang sembrono. Aku kan sering tuh belanja online. Jadinya ya sering juga kurir yang ngantarin paket ke rumah.

Awalnya dulu waktu aku sedang sendirian telanjang di rumah, ada kiriman yang datang. Akupun buru-buru memakai pakaian. Karena repot cari pakaian yang tertutup, aku jadi sembarangan meraih pakaian untuk menutupi tubuhku. Aku memilih jaket yang tergantung dekat pintu depan. Di balik jaket itu aku tidak memakai apa-apa lagi. Untungnya jaketnya bisa nutupin pangkal pahaku. Tapi tetap saja sebagian besar pahaku terlihat.

Sejak saat itu, aku jadi keterusan menerima kurir dengan cuma pakai jaket. Memang kadang kurir yang ngatar barang itu-itu juga orangnya, aku bahkan sampai tahu nama orang itu. Dia tampak kesenangan begitu aku membuka pintu. Kalau lagi iseng aku hanya menutupi ritleting jaket setengahnya, sehingga belahan dadaku akan kelihatan. Belum lagi jika kurir itu datang sewaktu ada Eko di rumah, di saat aku sedang panas-panasnya ‘bermain’ dengan bocah itu. Penampilanku biasanya akan lebih acak-acakan. Wajahku memerah dan rambutku juga lepek karena keringatan, apalagi cuma pakai jaket yang sebagian ritsletingnya terbuka. Tentunya terlihat sangat seksi. Di saat seperti itu aku sih tidak ingin berlama-lama melayani kurir itu. Takut dia nekat meskipun aku yakin dia tidak akan macam-macam. Selain itu aku juga lagi horni, jadi ingin segera ngelanjutin ‘permainanku’ dengan Eko ^.^

Ahh… Entah kenapa aku merasa semakin lama kelakuanku semakin menyimpang saja. Perbuatan yang kulakukan jelas-jelas sangat salah. Namun aku terlanjur ketagihan. Aku menyukai sensasinya. Semakin aku memikirkan kalau perbuatanku ini salah, aku justru semakin horni.

Tiba-tiba aku mendengar suara pagar dibuka. Kurir yang antarin paket lagi? Kebetulan pesananku emang belum sampai sih. Setelah aku periksa ternyata itu Eko yang baru pulang sekolah, haha. Padahal aku berencana pakai jaket tapi ritsletingnya gak aku pasang kali ini. Jaket yang sudah sempat ku ambil akhirnya kuletakkan kembali. Tapi aku terkejut saat melihat kalau ternyata Eko datang bersama teman-temannya. Astaga, aku lupa kalau hari ini Eko berencana bawa teman-temannya untuk minta bantuanku bikinin tugas.

Aku sudah terlanjur di depan pintu. Mau lari ke kamar kejauhan, pintu depan pasti keburu terbuka karena kebetulan gak ku kunci. Daripada aku kedapatan bugil, ku raih saja jaket tadi dan ku pakai. Padahal aku tidak berniat pamer paha sedini ini ke mereka.

Tak lama kemudian pintupun terbuka. Teman-teman Eko langsung berkomentar begitu melihatku.

“Waw!”

“ Cantiknya….”

“Kita gak salah rumah kan Ko?”

Aku hanya senyum-senyum saja mendengar ucapan bocah-bocah itu. Terang saja mereka berkomentar demikian. Aku yakin mereka tidak pernah melihat gadis cantik dengan busana sembrono begini sebelumnya. Mata mereka kelayapan memandangiku dari atas hingga bawah.

“Nih yang namanya kak Dira… cantik banget kan?” ucap Eko.

“Yoi bro cantik banget…. Kakak beneran kenal dengan Eko ya?” tanya teman-temannya gak percaya.

“Iya… Kenapa? Kok gak percaya gitu? Kalian kalau mau kenal dengan kakak juga boleh kok…” balasku. Setelah aku berkata begitu mereka langsung berebutan ingin bersalaman denganku.

Ku perhatikan tampang mereka satu-persatu saat bersalaman. Dari mereka berempat gak satupun yang wajahnya enak dipandang. Jadi malas ngafal namanya. Ditambah dengan Eko berarti ada lima deh, hihihi. Saat bersalaman, aku mendapati tatapan mereka terus tertuju ke arah pahaku. Aku tidak habis pikir kenapa teman-teman Eko begini semua. Bukan hanya gak ada yang enak dipandang, tapi juga pikirannya ngeres. Tapi salahku juga sih karena cuma pakai beginian.

“Beruntung banget kamu Ko bisa kenal sama kak Dira” ucap salah satu temannya. Eko tampak senyum-senyum bangga gitu mendengarnya.

“Iya… udah baik, cantik, seksi lagi… hehehe” ucap yang lain yang tampangnya udah gak kayak bocah lagi.

“Eh, namamu Riki kan?” tanyaku pada temannya itu. Selain tampangnya paling tua. Dia ini paling dekil dan seragam sekolahnya paling lusuh dibandingkan yang lain. Baju seragamnya juga sudah bukan warna putih lagi, tapi sudah berubah jadi kuning. Eko dulu juga dekil, tapi gak sedekil dia.

“Iya kak, namaku lengkapku Riki Leonardo” Jawabnya dengan gaya sok ganteng. Jadi geli lihatnya.

“Leonardo kepala Lo!” tawa teman-temannya. Aku jadi ikutan tertawa.

“Kamu sekelas dengan Eko juga?” tanyaku lagi.

“Iya” Riki menjawab sambil garuk-garuk kepala. Setelah ku tanya-tanya lagi ternyata dia pernah tinggal kelas beberapa kali. Ya ampun.

“Makanya belajar yang rajin, jangan pernah tinggal kelas lagi ya…” aku menasehatinya. Teman-temannya kembali menertawainya.

“Iya kak…” jawab Riki sambil mengepalkan tinju ke arah teman-temannya kesal.

“Kalian juga… “

“I-iya…” sahut mereka.

Aku kemudian menyuruh Eko untuk membuatkan mereka minuman. Sedangkan aku ingin kembali ke kamar untuk berganti pakaian. Jaket ini aku pakai kan karena darurat saja. Aku tidak mau lama-lama mengenakannya di depan mereka. Lagian kan aku mau membantu mereka bikin tugas. Kalau aku berpakaian seperti ini terus aku yakin tugasnya gak akan selesai-selesai. Itu saja mereka sedari tadi mereka masih terus curi-curi pandang ke arahku. Akupun memilih pakaian yang jauh lebih sopan. Gaya pakaian yang biasa ku pakai sehari-hari. Kaos lengan panjang warna putih, celana panjang jeans, dan tentunya memakai jilbab. Kontras banget dengan yang pakaianku beberapa saat yang lalu. Akupun kembali bergabung bersama Eko dan teman-temannya.

“Kok kakak ganti baju?”

“Iya nih, kok ganti?” protes mereka kecewa. Aku hanya senyum saja. Biar saja mereka kecewa.

“Jadi apa nih tugasnya? Apa yang bisa kakak bantu?” Tanyaku mengalihkan.

Mereka ternyata minta dibikinkan percakapan bahasa Inggris gitu. Temanya bebas. Cukup gampang bagiku. Dalam setengah jam aku yakin bisa menyelesaikannya.

Akupun langsung mengerjakannya. Selagi aku mengerjakannya, mereka justru asik sibuk bermain game di laptopku. Duh, mereka ini. Ya… tapi masih bisa ku tolerir sih. Aku harap mereka cuma sekedar main game saja, jangan sampai koleksi foto-foto ku ditemukan.

Sewaktu aku sedang sibuk-sibuknya, ternyata kurir pengantar paket yang kunanti-nantikan itu datang. Aku tertawa dalam hati. Mungkin emang gak rezeki orang itu. Kalau dia datang lebih cepat mungkin dia bisa melihatku berbusana mengundang syahwat seperti biasa, sekarang dia justru melihatku dengan pakaian serba tertutup. Tentu saja dia merasa bingung begitu melihatku. Dia mungkin gak menyangka aku kini malah memakai pakaian sopan dan berjilbab ketika menyambutnya. Sangat kontras dengan yang biasa dia lihat.

“Mbak Dira kan?” ucap kurir itu pangling.

“Iya Mas, ini aku kok…” jawabku. Dia bengong sejenak sebelum bicara lagi.

“Eh, iya I-ini paketnya…”

“Makasih…”

“Mbak Dira cantik juga kalau pakai jilbab” pujinya, aku hanya balas dengan senyuman. “Tapi tumben?” tanyanya kemudian.

“Lagi ada orang” jawabku singkat. Aku tidak mau jawab panjang-panjang, apalagi sampai ngajak ngobrol. Takut dia makin ge-er. Repot juga kalau suatu saat dia datang ke rumah cuma untuk main.

Mungkin karena tidak tahu mau membahas apa lagi, kurir itupun pamit setelah aku memberi tanda tangan. Tapi langkahnya kayak berat gitu pergi dari rumahku. Setelah dia pergi akupun kembali ke dalam. Langsung melanjutkan kerjaanku tadi.

Beberapa saat kemudian akhirnya aku menyelesaikan tugas bocah-bocah ini.

“Nih, langsung dicoba” Aku langsung menyuruh mereka mempraktekkannya. Mereka menuruti. Berkali-kali aku mengoreksi bacaan mereka yang salah. Setelah beberapa kali mengulang, ku rasa sudah cukup.

“Makasih ya kak udah bantuin,” ucap Eko.

“Iya kak makasih,” ucap yang lain.

“Sama-sama… “ balasku.

“Kak Dira udah cantik, pintar lagi” puji salah satu.

“Jadi pengen diajarin sama kak Dira, hehe” ujar Riki. Cuma si Riki ini yang terus ku ingat namanya. Soalnya penampilannya paling berbeda sih. Aku masih lupa-lupa ingat nama teman-temannya.

“Ngajarin kamu? kamunya belajar yang serius nggak ntar?”

“Kalau kakak yang ajarin, aku pasti serius kok”

“Hahaha, kamu ini. Kamu beneran pengen belajar?” tanyaku memastikan.

“Iya kak, iya kan bro?” Riki menghasut teman-temannya.

“Ya kak pengen” sahut yang lain ikut-ikutan. Kalau tak salah namanya Didik.

“Aku juga,” Kali ini Arman yang menyahut. Semuanya jadi ikut-ikutan. Entah mereka emang pengen belajar atau cuma pengen ambil muka aku tak tahu.

“Ayo dong kak ajarin kami” pinta ngmm… Fikri. Eh, ternyata aku hafal juga nama mereka semua.

“Hmm.. gimana ya…”

“Ayo dong kak…” desak mereka lagi dengan nada memelas. Aku sebenarnya kurang suka repot-repot kayak gitu. Tapi mereka terus saja mendesak pengen diajari olehku. Akupun jadi tidak enak mau menolaknya.

“Kamu gimana Ko? Mau ikutan juga?”

“Mau kak” jawab Eko melengkapi.

“Hmmm… Ya sudah… Kakak sih mau aja ngajarin kalian, tapi kalian benar-benar harus belajar yang serius… Kakak gak suka kalau nanti kalian banyak bercandanya dan gak serius, oke?” Aku menegaskan. Merekapun mengiyakan. Mereka tampak senang sekali karena aku mau mengajari mereka. Ada juga yang bersorak gembira sambil tos-tos-an. Dasar. Apa harus segirang itu?

“Ya sudah, sekarang kalian pulang dulu ya… Eko mau ngerjakan pekerjaannya,” ujarku sambil melirik Eko.

“Oh… Eko mau membersihkan halaman ya kak? Oke deh kita pulang dulu, nanti malah gangguin Eko kerja,” ucap mereka nurut. Aku senyum-senyum pada Eko. Tentunya bocah itu gak cuma akan mengerjakan halaman rumahku, tapi nanti juga akan ‘mengerjaiku’, hihi.

“Berarti hari Rabu kita langsung mulai kan kak?” tanya Fikri sebelum mereka meninggalkan rumah.

“Iyaaa… kita langsung mulai… Kalian datang aja. Kakak tungguin…”

“Oke kak… bye”

“Bye…” balasku.

Merekapun pergi. Sekarang hanya tinggal aku dan Eko di rumah.

“Sana Ko, mulai kerja…” suruhku pada Eko sambil senyum-senyum.

“Hehehe, iya kak…” balas Eko cengengesan. Eko tentunya juga tahu. Kalau setelah dia menyelesaikan pekerjaannya, dia punya pekerjaan lain yang menunggunya di dalam kamarku. ^o^

~~

~~

Aku kini punya kegiatan baru. Yakni mengajari Eko dan teman-temannya. Mereka datang dua hari sekali. Sebenarnya sih aku tidak menjadwalkan kapan mereka harus datang. Kapanpun mereka mau aku bersedia. Aku tentunya tidak memungut bayaran, malah aku yang sering ngeluarin duit untuk membeli makanan atau cemilan saat mereka datang. Asal mereka serius belajar aku sudah senang. Yah… lumayan lah untuk mengisi waktu kosong. Meski kadang aku letih juga jika sehabis pulang kuliah. Namun mereka tampaknya selalu semangat. Tentu saja semangat, soalnya mereka bisa ketemu denganku terus.

Karena sorenya Eko harus bersih-bersih. Jadi kegiatan belajar mengajar ini dilakukan malam hari. Eko sendiri tidak merasa keberatan waktu berduanya denganku jadi berkurang. Dia masih punya banyak waktu untuk menempel denganku. Lagian tidak tiap hari juga teman-temannya datang ke rumahku.

Sejauh ini mereka cukup serius belajar. Jadi akupun masih semangat juga ngajarin mereka. Tapi mereka masih sering menggodaku. Aku masih mendapati mata mereka yang kelayapan melirik-lirikku. Padahal pakaianku sudah tertutup, walaupun agak ngetat juga sih. Sejak jumpa pertama kali dengan mereka waktu itu, aku memang tidak pernah lagi buka-bukaan di depan mereka. Tapi kayaknya walaupun sudah tertutup, kalau ngetat tetap saja mengundang yah, hehe. Namun aku tidak mau terlalu memikirkannya. Liatin aja terus. Kalau udah gak serius, aku bubarin aja dan gak mau ngajarin mereka lagi!

Malam ini hujan turun dengan derasnya. Aku terjebak di rumah bersama Eko dan komplotannya. Mereka baru saja selesai belajar. Malam ini kami memang belajar lebih lama, soalnya mereka besok ada daily test alias ulangan. Namun karena hujan deras mereka jadi tidak bisa langsung pulang.

“Kak, gimana kalau kita nginap di sini aja?” pinta Riki.

Nginap? Duuh, aku gak kebayang betapa repotnya kalau mereka pakai acara nginap segala. Tapi sampai pukul setengah sebelas malam hujan masih belum berhenti, justru malah semakin lebat. Merekapun semakin kompak ingin nginap. Heran deh kenapa mereka ini ngebet betul pengen nginap di sini. Karena terus memohon, aku akhirnya mengiyakan juga.

“Oke lah boleh nginap… tapi kalian tidurnya di sini aja ya…” maksudku di sini yaitu ruang nonton tv. Memang masih ada kamar kosong, tapi aku malas menyiapkan kamar itu untuk mereka. Untuk bantalnya mereka bisa menggunakan bantal sofa.

“Sip kak, tidur di mana aja gak apa kok” jawab mereka menuruti.

“Ya sudah, kakak tidur dulu, kalau pengen nonton nyalain aja tvnya, kalau lapar kalian boleh masak mie di dapur, di kulkas juga banyak makanan tuh, anggap rumah sendiri deh” ujarku. Kok aku malah bermurah hati ya. Bisa-bisa mereka malah nagih ngingap di sini. Kayak Eko. Oh ya, Eko kayaknya mau tidak mau jadi harus gabung tidur bersama mereka. Gak tidur denganku seperti biasanya kalau dia nginap.

Aku kemudian meninggalkan mereka dan langsung ke kamar. Aku ganti pakaianku dengan kimono tidur satin berwarna hitam. Di baliknya aku hanya mengenakan celana dalam yang juga hitam. Sempat terpikir olehku untuk menggoda bocah-bocah itu dengan penampilanku yang sekarang. Tapi lain kali aja deh, besok pagi mungkin. Sekarang udah ngantuk banget. Ingin langsung tidur saja. Pintu kamar kemudian ku kunci. Aku sebenarnya percaya mereka gak bakal macam-macam seperti sembarangan masuk ke kamarku. Tapi gak ada salahnya melakukan pencegahan. Bocah-bocah seumuran mereka itu biasanya lagi labil-labilnya.

Esok pagi saat aku turun ke bawah mereka ternyata masih tidur. Langsung saja ku bangunkan karena mereka harus segera pulang, setelah itu sekolah. Untungnya mereka tidak susah dibangunkan. Mereka langsung terpana gitu begitu melihatku. Mungkin karena busana yang ku pakai. Biar deh, cuma sebentar kok pamer pahanya. Eko ku lihat juga ikut-ikutan terpana. Padahal bocah itu sudah sering lihat yang lebih dari ini.

“Kakak cantik deh” goda si Riki. Baru bangun langsung itu yang diucapkannya. Ucapannya memancing teman-temannya jadi ikut-ikutan menggodaku.

“Iya nih, cantik… pagi-pagi udah cantik”

“Kak Dira gitu lho… Emang cantik selalu” Ekopun ikut-ikutan membanggakan aku di depan teman-temannya. Aku jadi tersanjung. Aku jadi senyum-senyum sendiri karena pujian mereka.

“Gimana tidurnya? Nyenyak?” tanyaku kemudian.

“Nyenyak kak…” jawab mereka hampir bersamaan. “Kakak sendiri nyenyak nggak?” Didik bertanya balik.

“Iya, nyenyak juga kok…” balasku.

“Bagus deh, hehe”

“Pasti nyenyak dong… makanya bangun-bangun langsung kelihatan cantiknya” goda Fikri. Apaan sih mereka ini, hahaha. Muji-muji terus dari tadi. Aku kan orangnya mudah tersanjung kalau dipuji. >.<

“Kalian ini pandai amat mujinya, genit ih”

“Tapi kan emang cantik kak, seksi juga” Riki kembali memancing.

“Tahu apa sih kalian seksi seksi?” akupun terpancing. Aku jadi ingin terus melanjutkan obrolan ini. Moodku sedang bagus karena sanjungan-sanjungan mereka tadi.

“Ya tahu dong… tuh, kakak kelihatan seksi banget kalau pakai baju itu”

“Baju ini?” Aku memutar badanku, seakan ingin menunjukkan seluruh bagian tubuhku yang dibalut kimono satin ini kepada mereka. Mempersilahkan mereka melihat lebih jelas. Pakaian ini memang mengundang banget sih. Selain karena bahannya yang memang memberi kesan seksi, kimono ini juga hanya bisa menutupi sedikit di bawah pangkal pahaku, kalau aku naik tangga atau berlari maka celana dalamku pasti kelihatan. Belahan dadaku juga kelihatan karena aku tidak mengenakan bra. Belum lagi warnanya yang juga hitam, sangat kontras dengan kulitku yang putih.

Aku berputar sekali searah jarum jam, kemudian berputar sekali lagi ke arah sebaliknya. Aku merasa saat berputar tadi celana dalamku kelihatan.

“Wew… tuh kan… seksi, seksi banget malah,” ucap mereka. Ada yang melongo, dan sepertinya ada yang menelan ludah. Menyenangkan sekali rasanya banyak yang mengagumiku. Bisa pamer begini memberi kesenangan tersendiri bagiku.

“Ko… Kak Dira paling seksi kalau lagi make apa, Ko?” tanya Riki pada Eko. Ya ampun, pembahasan mereka semakin lama semakin ngaco saja.

“Nakal ah kalian, bukan genit lagi nih namanya,” balasku masih merespon baik ucapan mereka. “Tuh Ko, kamunya ditanyain tuh, emang kakak paling seksi kalau lagi make apa sih? jawab gih” Aku bahkan malah meladeni candaan mereka. Bahkan balik menggoda Eko. Mendengar aku bertanya seperti itu sepertinya membuat semua cowok di sini makin gregetan, hihihi.

“Pakai apa ya… kayaknya paling seksi kalau lagi pakai handuk, tapi pakai apa aja seksi kok” jawab Eko. Jawaban yang sepertinya belum memuaskan bagi Riki dan yang lain. Riki tampak masih yang paling antusias.

“Kamu pernah lihat ya Ko kak Dira cuma pakai handuk? Enak banget kamu Ko… Pernah lihat kak Dira gak pakai apa-apa juga nggak?” Pertanyaan Riki pun semakin tidak sopan.

“Iya… pernah nggak Ko?” tanya yang lain ikut-ikutan.

“Eh, udah ah… kalian makin nakal aja,” ucapku cepat sebelum Eko menjawab. Bisa panjang urusannya kalau Eko bilang yang sebenarnya. Tapi aku yakin sih kalau Eko gak akan bilang macam-macam. “Kalau nakal gini ntar kakak cubit lho…” sambungku lagi. Duh, kenapa aku malah ngomong begitu sih.

“Cubit aja kak, gak apa kok… hehe” undang mereka. Dasar mereka ini. Tentunya aku tidak ingin benar-benar mencubit. Makin ngelunjak mereka nanti.

“Ganti deh, bukan cubit, tapi gak ngajarin kalian lagi, mau?” Ancamku sambil memasang ekspresi kesal.

“Duh, jangan deh kalau itu. Iya deh kak, maaf deh”

“Iya kak maaf”

“Maafin ya kak, ”ucap mereka memelas. Mereka kayaknya gak mau banget aku berhenti ngajarin mereka, ckckck.

“Hmm… ya sudah, karena kakak lagi baik, jadi kakak maafin deh, ” balasku.

“Makasih kak”

“Kak Dira terbaik deh, udah cantik, baik hati lagi”

Aku hanya senyum mendengarnya. Melihatku tersenyum, merekapun jadi semangat lagi, padahal tadi itu aku juga gak benar-benar marah.

“Kalau gitu sana beres-beres pulang, terus ke sekolah” suruhku kemudian.

“Iya kak”

“Masih ingat kan pelajaran yang kakak kasih selama ini, nanti harus dapat nilai bagus ya ulangannya…”

“Kami usahain kak…” jawab Arman.

“Bukan usahain, tapi harus, percuma dong tadi malam belajar berjam-jam kalau nilai kalian masih jelek,” ujarku. Capek tau ngajar kalau gak ada hasilnya.

“Iya deh kak… kami usahain banget deh”

“Harus! Atau nggak bakal kakak ajarin lagi!”

“Ah, kakak ini…. itu terus ancamannya, tapi… kalau kami dapat nilai bagus kakak pakai baju seksi lagi ya, hehe” Riki kembali ngomong ngaco. Anak itu benar-benar deh.

“Ih, maumu…” Tapi boleh juga tantangannya. Di suatu sisi, mereka jadi termotivasi. Kerja kerasku mengajari mereka selama ini juga jadi terbayarkan jika mereka dapat nilai bagus. Lagian mereka juga sudah melihatku berpakaian sembrono, jadi tampil seksi di depan mereka lagi kayaknya gak masalah banget, walaupun tetap tidak pantas sih aku lakukan. Di sisi lain, kalau mereka dapat nilai jelek, akupun jadi tidak perlu capek-capek ngajarin mereka lagi. Say good bye buat mereka.

“Oke deh, satu orang aja dari kalian yang dapat nilai bagus, kakak bakal pakai baju seksi lagi khusus untuk kalian… Kalian juga bebas milihin baju untuk kakak pakai. Kalian sukanya kakak make apa. Ntar kakak turutin… Tapi kalau gak ada satupun yang dapat nilai bagus kakak gak mau lagi ngajarin kalian. Setuju?”

“Setujuuuuuu!” Seru mereka penuh percaya diri. Mereka girang bukan main. Ampun deh. Aku tertawa dalam hati melihat tingkah mereka ini.

“Ya udah, sana buruan pergi, nanti telat”

Merekapun bersiap-siap pulang. Aku antar mereka ke depan pintu. Setelah mereka pergi, aku juga bersiap-siap untuk pergi ke kampus. Aku jadi kepikiran. Bisa gak ya mereka mengerjakan ujiannya? Gimana hasil ujian mereka nanti ya? Duh… penasaran.

~~

“Ko, gimana ujian tadi? Bisa kamunya?” tanyaku pada Eko sore harinya. Cuma aku dan Eko saja di rumah saat ini. Tidak ada teman-temannya karena teman-temannya itu baru akan ke sini 2 hari lagi seperti biasa.

“Gak tahu juga sih kak bisa atau nggak” jawab Eko terlalu jujur.

“Ish, kamu ini…”

“Beneran ya kak, kalau nilai kami jelek, kakak gak mau ngajarin kami lagi?” tanya Eko.

“Benar dong… capek tau ngajar kalian kalau gak ada hasilnya”

“Berarti kami gak boleh main ke rumah kakak lagi dong?” tanyanya lagi.

“Nggak, tapi…. kamunya masih boleh kerja sini kok….” Ucapku senyum-senyum.

“Hehehe”

“Tapi kalau mereka menang kamu gak cemburu kan?” tanyaku kemudian.

“Nggak kok kak… kan mereka cuma lihatin kakak pakai baju seksi aja”

“Iya, soalnya kamu udah dapat yang lebih,” Aku cubit perutnya, dia cengengesan. Aku lalu menarik tangan Eko, mengajaknya masuk ke dalam rumah.


Credit to : bramloser

No comments:

Post a Comment