Saturday, September 29, 2018

Dira (Inilah Yang Kumau) Part 3



Sejak kejadian di rumah Eko malam itu, kami jadi sering berduaan dengan kondisi sama-sama bugil baik di rumahku maupun di rumahnya. Dia puas menikmati pemandangan yang tersaji di hadapannya yang tentunya hanya dia yang bisa melihatnya, bahkan beronani di depanku. Akupun selalu terbuai kenikmatan dengan belaian tangannya pada tubuhku. Hampir setiap hari Eko selalu datang ke rumahku. Aku bahkan memberikannya kunci rumahku, sehingga dia bisa datang kapanpun yang dia mau. Entah mengapa aku jadi sangat menantikan kehadirannya. Setiap kali dia terlambat, aku dibuat resah serta khawatir, dan dibuat begitu senang ketika melihatnya muncul dari balik pintu pagar.


Aku biasanya masih menggunakan jilbab saat dia datang. Setelah dia selesai membereskan halaman aku segera mengundangnya masuk ke dalam rumah. Maka akupun akan melepaskan pakaianku satu persatu hingga telanjang bulat di hadapannya. Beberapa hari sekali, dia biasanya akan menginap di rumahku. Sepanjang malam kamipun akan tidur berdua bertelanjang bulat.

Aku bisa merasakan kalau hasrat bocah itu hari demi hari justru semakin menggebu-gebu. Eko pastinya sudah sangat berharap untuk mendapatkan sesuatu yang lebih dariku. Namun sampai saat ini, aku hanya membiarkan Eko memelukku, menciumku, dan paling jauh mempersilahkannya menggesekkan penisnya di pahaku bila kami sedang tidur bareng. Tentunya itu sudah bisa dikatakan sangat beruntung.

Orang-orang tentunya tidak pernah membayangkan kalau kelakuanku di rumah seperti itu. Mereka tahunya kalau aku gadis baik-baik yang tidak akan pernah khilaf menunjukkan auratku sembarangan kepada cowok. Seharusnya sih aku memang seperti itu, namun ternyata berbuat ‘sedikit’ khilaf itu menyenangkan, hihi.

Hari ini sepulang dari kampus, aku tidak langsung pulang dari rumah. Aku ingin ke pasar untuk membeli buah-buahan. Dari pada membelinya di mall, aku lebih suka membeli buah-buahan di pasar. Karena menurutku lebih terjamin, lagian harganya jauh lebih murah dan bisa ditawar. Pakaianku saat ini tentunya pakaian yang tertutup seperti hari-hari biasanya aku keluar rumah. Kemeja lengan panjang, celana jeans, dengan atasan jilbab. Gak mungkin kan aku telanjang bulat ke pasar.

Entah hanya perasaanku, tapi sepertinya ada yang mengikutiku. Oh! apakah itu stalker yang biasa mengikutiku? Risih memang, tapi karena sudah terbiasa, maka akupun berlagak cuek saja. Aku heran, masih saja ada orang seperti itu di zaman sekarang yang mana stalking bisa dilakukan pakai media sosial. Dia juga bukan stalker yang pintar karena aku menyadari keberadaannya.

Saat berada di parkiran ketika akan pulang. Tiba-tiba ada yang menghampiriku. Astaga, dia stalker itu! Setelah sekian lama akhirnya dia berani juga muncul di hadapanku. Aku sebenarnya ingin memarahinya karena sudah diam-diam stalker-in aku selama ini, tapi sepertinya dia tidak bermaksud jahat, akupun menahan diri.

Diapun mengenalkan dirinya. Dodi namanya, seorang pemuda culun yang mengaku baru saja lulus kuliah. Dia ternyata alumni dari kampusku, jurusan komputer. Sudah lama dia memperhatikanku, dia bilang kalau dia menyukaiku dan mengagumiku. Senangnya punya fans, hihihi. Dia mengaku terobsesi denganku dan ingin menjadikan aku modelnya, namun tidak berani ngomong langsung padaku. Maka diapun mengikutiku diam-diam dan mengambil fotoku. Tidak hanya stalker, tapi dia juga paparazzi!

Hingga akhirnya dia kini berani juga mengenalkan dirinya padaku. Dia memintaku menjadi model pemotretannya. Dia akan membayarku jika aku mau menjadi modelnya.

“Aku jadi model kamu? Temanya apa nih?” aku tertarik juga mendengar tawarannya. Lumayan untuk mengisi waktu dan nambah pemasukan, pikirku. Dia jawab kalau dia ingin pemotretan bertema erotis. Aku langsung keberatan mendengarnya. Aku tidak berniat menunjukkan auratku pada pria lain, cukup Eko saja. Lagian aku takut terjadi apa-apa kalau foto-foto erotisku sampai tersebar. Akupun menolaknya.

“Baiklah, tidak usah tema erotis kalau gitu. Yang penting kamu mau jadi modelku dan aku bisa dapetin foto-foto kamu,” ujarnya. Aku berpikir sejenak dan akhirnya menyetujui tawarannya. Aku meminta padanya kalau aku ingin tetap memakai pakaian yang tertutup selama pemotretan. Dia setuju. Kami sepakat. Diapun memberiku alamatnya dan memintaku untuk datang ke sana besok.

“Hmm… besok yah?” Gumamku, bukannya tidak mau, tapi rasanya terlalu mendadak.

“Kenapa? Kamu gak bisa? Kalau kamu gak bisa besok gak apa…”

“Eh, nggak kok… aku bisa kok… ya sudah… aku ke sana besok”
Meskipun mendadak tapi gak apa deh.

“Sip, aku tunggu… dandan yang cantik yah… hehe,” ucapnya kemudian pamit.

Akupun memberitahu Eko apa yang baru saja terjadi. Dia tampaknya senang-senang saja aku jadi model. Dia mendukungku. Akupun semakin yakin jadinya. Besoknya sepulang kuliah akupun menuju ke alamat yang diberikan Dodi. Mungkin aku tergolong nekat langsung menuruti keinginan orang yang baru saja aku kenal, tapi aku percaya padanya. Tidak ada salahnya mencoba sesuatu yang baru. Kalau aku tidak nyaman akan kutinggalkan. Simpel saja.

Alamat yang diberikannya tidak jauh dari kampusku. Rumahnya cukup bagus. Sepertinya dia anak orang kaya. Aku langsung diajak ke suatu ruangan. Ada spot khusus yang sepertinya sudah dipersiapkan untuk sesi pemotretan nanti. Peralatan fotografi yang dimilikinya cukup lengkap dan sudah seperti profesional. Mulai dari kamera, lampu dan alat-alat pendukung lainnya semua ada.

“Maaf ya Dira udah repot-repot datang ke sini,” ucap Dodi sambil mengecek peralatan.

“Gak apa kok… Terus gimana? Langsung mulai?” tanyaku.

“Iya, kita langsung mulai saja, tapi kalau kamu mau membetulkan dandananmu dulu juga boleh”

“Oh, oke”

Akupun membetulkan dandananku dulu. Sekedar berbedak sedikit saja dan merapikan pakaianku. Busana yang aku gunakan di pemotretan ini masih sama dengan yang aku gunakan waktu kuliah barusan. Kemeja kotak-kotak dominan merah, levis hitam, dan jilbab merah muda.

Setelah selesai membetulkan dandananku, Dodi mulai mengarahkan aku untuk berpose sesuai yang diinginkannya, baik dari ekspresi wajah maupun anggota tubuh. Aku turuti semua yang dimintanya, namun kadang aku sedikit berimprovisasi. Aku berusaha melakukannya dengan maksimal dan sebaik mungkin.

“Oke, siap… satu, dua, tiga! Lagi..lagi.. mantap..” serunya sambil terus memujiku. Kilatan lampu blitz bertubi-tubi memapar tubuhku. Ini menyenangkan. Sungguh menyenangkan. Ada kepuasan yang kurasakan ketika foto diriku diambil secara profesional seperti ini.

“Kamu fotogenik banget… Udah sering ikut pemotretan ya?” Tanyanya sambil melihat hasil foto.

“Gak kok, baru kali ini ikut beginian”

“Kayaknya kamu berbakat deh… sayang kalau disia-siakan” pujinya lagi, membuatku tersipu malu dan merasa bangga. Dodipun lanjut mengambil fotoku.

Acara pemotretannya tak berlangsung lama, hanya sekitar setengah jam. Foto-fotoku yang diambilnya terlihat bagus. Aku terlihat cantik sekali di sana, jadi ku minta softcopynya. Lumayan untuk ku masukkan di akun media sosialku. Sebelum pulang Dodi memberiku 200 ribu rupiah, untuk uang bensin katanya. Sejak saat itu, beberapa hari sekali akupun akan menjadi model untuknya. Dia tampaknya sangat bersemangat untuk terus membidikkan kameranya ke arahku. Akupun juga mendapatkan kesenangan, apalagi dapat tambahan uang jajan juga. Aku ketagihan dengan kegiatan baruku ini.

Hari demi hari berlalu. Mungkin sudah ratusan foto diriku yang diambil. Kadang aku membawa kostum tambahan dari rumah. Tentunya semuanya busana yang tertutup dan selalu dilengkapi dengan jilbab. Atasannya bisa berupa kemeja ataupun kaos lengan panjang, dengan bawahan celana panjang levis, jeans, ataupun rok panjang. Pernah juga aku menggunakan dress maupun gamis. Tapi sepertinya belakangan ini pakaian yang ku pilih sedikit lebih ketat baik atasannya maupun bawahannya. Dodipun memuji betapa indahnya lekuk tubuhku. Puji-pujian darinya membuatku jadi semakin bersemangat dan semakin ingin pamer tubuh. Pose-pose yang diarahkan Dodi padaku makin lama juga semakin menantang saja. Tidak lagi hanya sekedar berdiri atau duduk tersenyum. Sekarang… aku justru ingin difoto seksi!

Namun, sebelum makin jauh, aku ingin membuat beberapa perjanjian dulu dengannya. Supaya tidak ada yang dirugikan dan sama-sama untung.

“Pertama dan yang paling penting, foto-foto yang diambil hanya untuk keperluan pribadi, tidak boleh disebar tanpa persetujuan aku,” pintaku.

“Oke, setuju” jawabnya singkat.

“Jangan setuju-setuju aja ih, kamu harus janji…” seruku.

“Iya… aku janji kok gak bakal nyebarin foto-foto kamu,” balasnya sambil garuk-garuk kepala. “Terus yang kedua apa?” tanyanya kemudian.

“Cuma itu aja kok… Cukup satu itu dulu sekarang”

“Ohh… oke deh”

“Kalau kamu? Apa yang kamu mau?” tanyaku.

“Aku juga cuma satu kok… Selama sesi pemotretan, model merupakan milik fotografer. Jadi kamu harus menuruti apapun yang aku suruh” terangnya. Aku agak keberatan mendengarnya.

“Baiklah, tapi kalau ada pose yang terlalu aneh-aneh, aku berhak menolaknya ya…”

“Sip…. Terus, untuk bayarannya gimana? Ada yang mau kamu bahas?” tanyanya lagi.

“Nggak… terserah kamu mau ngasih aku berapa. Kasih aja sepantasnya,” jawabku.

“Oke deh”

Dengan ini kamipun sepakat. Semoga dia memegang janjinya untuk tidak menyebarkan foto-fotoku sembarangan. Semoga dengan perjanjian ini kami jadi sama-sama untung. Aku dapat kepuasan dengan pamer tubuh, pemasukan tambahan serta pengalaman, dan dia mendapatkan foto-fotoku.

“Ya udah, mulai yuk… udah gak tahan pengen ambil gambar kamu” pintanya kemudian.

“Oh… okeeh,” setujuku.

“Ingat kan perjanjian tadi? hehe”

“Iya… aku akan nurutin pose apapun yang kamu suruh” balasku. Diapun tertawa puas mendengarnya.

Lalu sesi pemotretanpun dimulai…

“Siap… Satu.. dua… tiga! Mantab… bagus banget”


Pakaian yang sedang ku kenakan sekarang adalah pakaian yang paling ketat yang aku punya. Kaos lengan panjang berwarna hitam polos, dengan bawahan celana legging yang juga hitam, serta jilbab orange. Poseku saat ini sedang duduk di lantai sambil menekuk lutut ke belakang. Kedua tanganku berada di depan di antara kedua paha menyangga tubuhku. Dodi cukup lama mengambil gambarku dengan pose tersebut. Akupun ikut berimprovisasi dengan berekspresi imut, genit, tersenyum nakal dan sebagainya. Tanganku juga menyilang seperti menutupi tubuhku, atau membentuk tanda V dengan jari. Aku berusaha memberikan yang terbaik yang aku bisa.

Pose berikutnya aku disuruh berbaring. Dodi kemudian mengambil gambarku dari atas. Kadang sampai harus mengangkangi tubuhku. Seksi sekali rasanya telentang seperti ini yang mana ada seorang cowok mengambil fotoku dari atas.

“Sekarang coba tangannya diselipin di antara paha” suruhnya. Akupun menurutinya, sambil tetap berbaring ku tekuk lututku sedikit, lalu menjepit kedua tanganku di antara pahaku. Persis kelihatan seperti lagi menahan kencing. Kilatan lampu blitz kembali menyambar tubuhku diiringi sanjungan dari fotografer amatiran ini.

“Duh, kamu emang cantik banget Dira…” ucapnya sambil jarinya terus menjepret.

“Makasih”

“Oke, sekarang tengkurap ya… tangan menopang dagu, lihat ke kamera… okeee.. satu.. duaa.. tiga!”

Dia terus bereksperimen dengan menyuruh berbagai pose padaku. Aku pasrah mengikuti intruksinya dan menuruti semuanya. Dari pose berdiri, duduk, berbaring, tengkurap bahkan ada yang mengangkang. Betul-betul tidak ada puasnya dia mengambil foto diriku. Namun aku juga sangat menikmati momen-momen ini. Ketika kemudian Dodi ingin memotretku tanpa menggunakan dalaman, aku tidak menolak.

Setelah melepaskan bra dan celana dalamku di kamar ganti, aku kembali difoto. Aku masih menggunakan busana yang sama dengan yang tadi, hanya saja kali ini aku tidak menggunakan dalaman. Kontradiksi sekali dengan pakaian yang aku kenakan yang mana luarnya tertutup tapi di dalamnya tidak memakai bra dan celana dalam. Ini membuatku merasa seksi. Dengan menggunakan kaos seketat ini dan tidak mengenakan bra, tentunya membuat putingku nyeplak. Begitu juga dengan daerah kewanitaanku yang terlihat jelas karena ketatnya celana leggingku. Pemandangan diriku seperti inipun kemudian menjadi santapan lensa kamera Dodi. Fotoku kembali diambil dengan berbagai posisi dan pose sepuas yang Dodi inginkan.

Seperti itulah bagaimana kini dan hari-hari selanjutnya sesi pemotretan berlangsung. Yang mana awalnya hanya pemotretan biasa saja, kini telah menjadi pemotretan yang erotis. Aku sampai lupa kalau dulu pernah menolak difoto seperti ini, ternyata rasanya menyenangkan.

Suatu hari aku mengajak Eko ikut denganku ke tempat pemotretan. Dodi tentunya bingung siapa bocah ini. Akupun menceritakan semuanya padanya, dia terkejut mendengarnya. Sepertinya dia tidak menyangka kalau aku bisa senakal itu di balik penampilanku yang sopan, hihi. Untuk hari itupun Eko akan menonton aku difoto. Sekarang akan ada dua pasang mata lelaki yang menyaksikan aku difoto seksi!

“Sekarang mau ambil foto aku yang gimana?” tanyaku pada Dodi menanti arahannya.

“Ehmm… Mumpung ada Eko, aku ingin ngambil foto kalian berdua dulu deh… keren kayaknya tuh, hehe”

“Foto sama Eko? Hmm… boleh aja… gimana Ko? Kamu mau kan?” tanyaku pada bocah itu.

“Anu… tapi aku gak pandai kak…”

“Cuma foto-foto aja kok gak pandai. Mau ya…” ajakku lagi.

“I-iya deh kak…” jawab Eko akhirnya mau.

“Ya sudah, sekarang kamu ganti baju dulu… Yang seksi kayak kemaren yah, hehe” suruh Dodi kemudian padaku. Aku mengiyakan. Akupun pergi ke ruang ganti untuk berganti pakaian. Aku kenakan model pakaian yang sama dengan kemaren, hanya beda warna dan motif saja. Baju kaos lengan panjang merah muda dan celana legging hitam. Tentunya tanpa dalaman, sehingga kembali membuat putingku nyetak dan menampakkan garis lurus di pangkal selangkanganku. Semua itu berpadu kontras dengan jilbab yang ku kenakan.

Sambil terus mengarahkan, akupun mulai difoto berdua dengan Eko. Dodi menyuruh Eko memelukku dengan berbagai gaya. Ada yang memeluk dari samping, depan dan juga belakang, bahkan tiduran sambil dipeluk bocah itu. Tidak hanya dipeluk, tapi juga dicium. Aku dipeluk dan dicium bocah ini sambil terus tersenyum manis ke arah kamera. Ada juga aku yang mencium Eko. Eko terlihat canggung sekali, tapi lama-lama dia mulai terbiasa karena tampaknya diapun menikmati.

“Ko, untuk sesi selanjutnya gimana kalau kakakmu ini kita foto telanjang?” tanya Dodi melirik Eko. Eko bersemangat mendengarnya. Dia tentunya tidak menolak untuk melihat aku difoto bugil.

“Gimana Dira, kamu mau kan difoto telanjang?” tanya Dodi kini padaku. Aku berpikir sejenak. Meskipun aku suka difoto seksi, tapi aku masih ragu untuk telanjang bulat.

“Ayo dong kak… mau dong…” ucap Eko ikut-ikutan memanasiku. Akhirnya aku luluh juga. Rasa penasaranku lebih tinggi dari rasa was-wasku.

“Hmm… boleh deh… Tapi ingat jangan sampai kesebar. Aku gak ingin ada orang lain tahu kalau aku pernah difoto telanjang”

“Tenang aja, gak bakal kok… kamu percaya deh sama aku” jawabnya.

“Pegang janjimu ya…”

“Iyaaa… tenang aja…”

Aku kemudian disuruh berganti pakaian oleh Dodi. Aku disuruh memakai kemeja kotak-kotak lengan panjang dengan bawahan celana jeans. Kali ini dia memintaku untuk memakai dalaman. Ternyata dia ingin mengambil gambar diriku dari yang berpakaian lengkap dengan jilbab, hingga sampai bertelanjang bulat.

Sesi pemotretanpun dimulai. Seperti yang ku katakan tadi, awalnya aku difoto dengan masih menggunakan pakaian lengkap, baik berdiri, duduk maupun berbaring. Namun kemudian Dodi mulai menyuruhku melepaskan beberapa kancing kemeja, kini belahan dada dan braku terlihat. Beberapa fotopun diambil. Lalu dia menyuruhku melepaskan seluruh kancing kemejaku dan menurunkan resleting celana jeansku. Sehingga kini bra dan celana dalamku kelihatan.

Sambil terus memotret, Dodi terus mengintruksikan aku untuk melepaskan pakaianku perlahan-lahan sedikit demi sedikit. Dia cukup lama mengambil fotoku dengan celana jeans menggantung di lutut.

“Wah, ternyata rambut kamu bagus banget…” ucapnya ketika aku sudah melepaskan jilbabku dan baru saja membuka ikat rambut. Membuat rambut panjang bergelombangku tergerai. Aku hanya tersenyum mendengar pujiannya. Saat ini aku sudah hanya menggunakan pakaian dalam saja, dan tak lama lagi pasti akan disuruh telanjang.

Benar saja, setelah mengambil beberapa gambar. Dodi menyuruh aku melepaskan pakaian dalamku. Dimulai dari bra dengan perlahan menurunkan talinya. Saat bra terlepas dia mengambil gambar lagi. Aku berpose dengan hanya memakai celana dalam saja sesuai arahannya. Ada yang menutupi kedua buah dadaku dengan tangan, baik berdiri maupun telentang, sampai membiarkan buah dadaku menjadi santapan lensa kameranya. Setelah puas Dodi kemudian memintaku melepaskan celana dalamku. Aku turuti!

“Ingat… jangan sampai kesebar” ucapku mengingatkan, tapi pemuda itu sepertinya sudah terlalu mupeng untuk mendengarkanku. Dia bersiap menyaksikan pemandangan yang dia nanti-nantikan.

Dia memintaku menurunkan celana dalam dengan perlahan karena dia ingin terus mengambil gambar. Sedari tadi jarinya memang tidak pernah berhenti menekan tombol Shutter, seakan tidak ingin satu momenpun yang terlewatkan.

Akhirnya kini aku telanjang bulat. Aku kini bugil di hadapan dua lelaki sekaligus! Begitu kontras dengan fotoku di awal tadi yang berpakaian lengkap. Juga begitu kontras tentunya seorang cewek yang biasanya berpenampilan sopan dan tertutup kini sedang telanjang bulat dan siap untuk diambil foto telanjangnya di hadapan dua lelaki yang jauh dari kata tampan. Yang satu masih remaja tanggung dan sedang penasaran-penasarannya dengan tubuh wanita, satunya lagi pemuda culun mesum yang punya fantasi yang aneh-aneh. Dadaku berdebar kencang. Rasanya sungguh memalukan, tapi aku juga antusias.

Eko sudah pernah melihatku tanpa busana, namun bagi Dodi tentunya ini pemandangan yang dia idam-idamkan bisa melihat aku yang polos tanpa pakaian sama sekali. Dodi orang kedua yang beruntung bisa melihat tubuhku tanpa sehelai benangpun yang menempel.

“Gilaaa… mulussss… bening bangettt… Kamu cantik banget” teriaknya girang, jarinya semakin cepat saja menekan tombol shutter. Dia tampaknya terlalu sibuk menikmati pemandangan ini dan bermain dengan kameranya sampai lupa memberiku arahan. Aku yang jadinya berinisiatif berpose demi memanjakan mata dan lensa kameranya. Dimulai dari menutupi kedua buah dadaku dengan tangan kiri dan vaginaku dengan tangan kanan, lalu berlanjut dengan pose-pose lainnya yang semakin lama semakin menantang yang memperlihatkan bagian-bagian sensitifku itu secara jelas. Sesekali aku mengibaskan rambutku sambil tersenyum genit ke kamera, membuat kedua lelaki di sana semakin mupeng berat.

Setelah beberapa lama, Dodi mulai memberiku intruksi. Kini dia tak tanggung-tanggung mengarahkan aku untuk berpose vulgar. Seperti menyuruhku tiduran, lalu membuka kakiku lebar-lebar dengan tangan sehingga vaginaku terlihat jelas. Persetujuanku dulu yang boleh menolak pose yang aneh-aneh ternyata tidak pernah ku pakai karena aku tetap saja menuruti semua arahannya sevulgar apapun itu.

“Oke kita istirahat dulu…” ucap Dodi kemudian setelah tampaknya sudah cukup puas. Aku suruh Eko membawakanku handuk untuk ku kenakan. Kamipun makan malam bersama. Sambil makan kami ngobrol dan saling bercanda, tentunya pandangan kedua cowok itu tidak pernah lepas dari tubuhku. Tentu saja, karena aku masih hanya mengenakan handuk, hihi.

Selesai makan, Dodi tampaknya masih belum puas mengambil foto bugil diriku. Dia memintaku melakukan sesi pemotretan seperti tadi sekali lagi. Aku kembali berpakaian lengkap dengan jilbab, tentunya memakai pakaianku yang lain, bukan pakaian yang tadi. Kali ini aku memakai dress panjang. Proses pemotretannya sama seperti tadi, foto diriku terus menerus diambil sambil aku menelanjangi diriku sendiri hingga telanjang bulat. Barulah setelah itu kami pulang.

Sejak hari itu, aku selalu mengajak Eko denganku. Eko tentunya senang-senang saja aku ajak ke tempat itu. Dodi sendiri tampaknya juga tidak ada puas-puasnya mengambil foto diriku, baik berpakaian maupun telanjang bulat. Dia juga sering menyertakan Eko dalam pemotretan. Bahkan ada sesi foto yang mana aku terus berpakaian lengkap, namun Ekolah yang telanjang. Aku yang berpakaian lengkap dipeluk dan dicium Eko yang telanjang bulat. Perpaduan cewek cantik berjilbab dengan bocah laki-laki yang telanjang menciptakan foto yang begitu erotis, itu yang Dodi katakan.

Lokasi pemotretannya juga tidak melulu di rumah Dodi, sering juga di rumahku, bahkan pernah juga waktu itu kami pergi ke pantai ataupun perdesaan. Tentunya lokasinya merupakan tempat yang sepi dan terpencil sehingga aku bisa telanjang bulat tanpa perlu takut dilihat orang lain. Seperti saat ini, lokasi pemotretan yang kami lakukan sekarang berada di komplek pergudangan tua yang sudah tak terpakai lagi. Tempatnya memang tidak terurus, tapi Dodi mengatakan justru foto perpaduan antara cewek cakep dengan latar belakang seperti ini yang paling mantap. Aku sih oke-oke saja selama tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Aku juga selalu menyukai dan antusias bisa pamer badan dan bertelanjang bulat di tempat terbuka seperti ini.

Selesai mengambil gambar di luar ruangan, Dodi kemudian mengajak kami ke suatu ruangan yang begitu lapang dan beratap tinggi. Tampaknya ruangan ini merupakan bekas gudang. Di dalamnya banyak kardus dan juga kotak kayu yang bertumpukan.

“Kita mau ngapain di sini?” tanyaku sambil menahan handuk yang melilit sekedarnya di badanku.

“Ya foto-foto”

“Masih kurang emang? Belum puas juga?”

“Belum, hehe”

“Hmm.. ya udah, jadi aku ngapain nih sekarang? Pakai baju lagi?” tanyaku menunggu arahannya.

“Iya, pakai baju yang lengkap lagi. Aku tunggu,” pintanya. Akupun menuruti. Aku ambil tasku dan memilih baju yang akan ku pakai. Pilihanku jatuh pada kemeja putih lengan panjang yang cukup ketat, celana levis hitam dan jilbab hitam. Saat ku kembali ke lokasi tadi, sudah ada kasur lusuh yang terbentang di sana. Letaknya pas berada di bawah atap transparant, sehingga sinar matahari langsung mengarah ke kasur tersebut dan menciptakan suasana yang erotis. Sepertinya Dodi dan Eko yang menyusunnya selama aku berganti pakaian.

Dodi ingin Eko ikut kali ini. Dimana bocah itulah yang akan menelanjangiku. Dia ingin aku dan Eko mesra-mesraan di atas kasur itu. Hal tersebut mungkin sudah biasa kami lakukan saat tidur bersama, tapi bedanya kali ini kami melakukannya di depan oranglain dan akan terus diambil fotonya.

“Yuk Ko… kamu dengar tuh, kamu telanjangi kakak,” ucapku pada Eko.

“Eh, i-iya kak..”

Dodi segera menyuruh kami mulai. Eko mendekat dan mulai memeluk serta menciumiku. Dengan perlahan dia buka kancing kemejaku satu persatu hingga kemeja itu terlepas dari tubuhku, lalu membantu menurunkan celana panjangku juga melepas jilbabku. Selama kami melakukannya, Dodi terus memotret kami dan memberi arahan. Mengitari kami untuk mendapatkan sudut yang pas. Dia meminta kami agar tidak usah menghiraukannya dan mengganggap tidak ada kamera. Jadi kayak foto candid gitu. Kamipun mengikuti intruksinya tanpa harus menjawab ataupun mengangguk.

“Dira, kamu buka ikat rambutmu, terus kibaskan rambutmu ke wajah Eko.. Sip”

“Eko, sekarang kamu bantu lepaskan branya Dira… Sip bagus…”

“Sekarang Dira cuma pakai celana dalam. Kamu peluk Dira dulu, terus cium pipinya… Oke… mantap,” ujar Dodi terus mengarahkan. Kami mengikutnya. Baik aku maupun Eko sama-sama sedang terbakar nafsunya saat ini. Aku dapat merasakan nafas Eko yang ngos-ngosan. Aku yakin Dodi juga begitu sekarang meskipun dia terus sibuk dengan kameranya.

“Eko, sebelum lepaskan celana dalam Dira, Kamu buka baju dulu sampai telanjang ya… Dira, tolong bantu Eko, baguuus”

“Oke, Eko sudah bugil, sekarang Diranya yang ditelanjangi. Eko, sekarang kamu lepasin celananya Dira… Dira, jangan langsung pasrah ya celanamu ditarik, kamu tahan-tahan dulu biar makin menggoda… Oke sempurna!” Akupun kini telanjang bulat.

“Yak kita istirahat dulu… kalian keringatan banget kayaknya, hehe” seru Dodi kemudian.

“Panas tau… iya kan Ko?” balasku.

“Iya kak, panas”

“Haha… Gak apalah, yang penting hasilnya mantap” ujar Dodi sambil memeriksa hasil fotonya.

“Ko, tolong ambilkan kakak minum dong… haus,” pintaku pada Eko yang langsung diturutinya. Aku masih tidak beranjak dari kasur itu. Setelah memberiku minuman Eko juga ikut duduk di sebelahku. Kami ngobrol dan juga bercanda. Sesekali Dodi iseng mengambil gambar aku dan Eko. Beberapa saat kemudian acara kembali dilanjutkan.

“Yuk lanjut lagi…” ujar Dodi.

“Selanjutnya apa?” tanyaku.

“Ya kalian mesra-mesraan gitu… kan katanya kalian sering tidur telanjang berdua, praktekin aja. Nanti kalau ada yang perlu diarahkan bakal aku arahkan” terangnya.

“Yuk Kak…” ajak Eko semangat.

“Ih kamu Ko,” Aku mengacak rambut Eko gemas.

Sesuai perintah Dodi, kamipun lanjut mesra-mesraan dengan kondisi sama-sama telanjang bulat.

“Yuk Ko,” ajakku. Eko kemudian mendekat dan memelukku. Cahaya lampu blitz kembali menyambar-nyambar kami seiring dengan bibir Eko yang mulai menciumi wajahku. Tapi aku tidak menyangka kalau dia berani mencium bibirku. Aku juga balas menciumnya. Beberapa saat kemudian aku berbaring, Eko naik ke atas tubuhku dan kembali memelukku. Tubuh telanjangku ditindih tubuh telanjang bocah ini. Dia kembali menciumi wajah dan bibirku. Aku dapat meraskan penis tegangnya menempel di perutku, tak begitu jauh dari vaginaku. Ah… bocah ini tampaknya sedang horni berat, nafasnya putus-putus.

“Cut!” Seru Dodi. Aku dan Eko berhenti dan menoleh ke arah fotografer kami itu. “Jangan cuma dipeluk dong… gerepe-gerepe aja Dira. Gak apa kan Ra?”

“Eh, iyaah, gak apa…” jawabku pelan. Eko menatapku seperti meminta persetujuan dariku, “Tuh dengar Ko… gerepe aja, gak apa kok” ucapku padanya. Mendengar ucapanku Ekopun seperti makin terlecut birahinya.

“Oke, sekarang lanjut lagi ya… Mulai!”

Eko kembali menciumi wajahku, namun tangannya kini tak lagi sekedar diam memeluk, tapi bergeriliya meraba-raba mulusnya kulitku. Baik leher, bahu, pundak dan juga tanganku.

“Yuk Eko, remas susunya Dira…” suruh Dodi. Ekopun menuruti. Dia tentunya tidak sabar untuk melakukannya, selama ini dia belum pernah merasakannya meski sudah sering melihat aku telanjang. Buah dadakupun digapainya, dielus dan dimainkannya dengan tangannya. Rasanya ternyata sungguh nikmat ketika bagian sensitif tubuhku itu disentuh oleh laki-laki, beda sekali ketika aku yang menyentuhnya sendiri. Aku terus mendesah selama Eko menghujaniku dengan ciuman dan remasan.

Dodi juga menyuruh Eko mengemut buah dadaku. Bocah itupun dengan senang hati kembali menuruti omongan Dodi. Dia menurunkan posisi tubuhnya sehingga kini kepalanya berada di depan buah dadaku. Dengan penuh nafsu dia jilati dan dia mainkan buah dadaku dengan mulutnya. Sungguh beruntung bocah itu bisa menikmati tubuhku seperti ini. Perlakuannya pada tubuhku membuat aku semakin sange. Tanganku meremas kasur menahan horni. Penisnya sekarang berada antara pangkal pahaku. Eko yang semakin hornipun membuat gerakan menggesek di sana. Tubuhnya naik turun bergesekan dengan tubuhku seperti sterikaan.

Di samping kami, Dodi terus saja asik mengabadikan momen keintiman yang sangat ganjil ini. Pemandangan yang begitu panas antara seorang mahasiswi cantik sepertiku dengan seorang bocah SMP dekil ini tak henti-hentinya ditangkap oleh lensa kamera. Dodi terus mengambil fotoku, dan Eko terus menikmati tubuhku. Mereka berdua seperti tidak ada puasnya. Namun aku baru sadar kalau ternyata di dekat kami juga terdapat handycam yang menyala menyorot ke arah aku dan Eko.

“Eh, ini juga kamu rekam ya?” tanyaku merasa terusik, tapi tampaknya tidak bagi Eko. Dia masih terus menikmati buah dadaku dan menggesekkan penisnya di pangkal selangkanganku, tidak menoleh sama sekali dari dadaku.

“Iya… gak apa kan Ra?”

“Gak apa sih, yang penting kamu jaga videonya baik-baik”

“Iyaa… Aman deh pokoknya…”

Aku percaya saja kalau dia bisa menjaga foto-foto dan rekaman diriku dengan baik. Kalau tersebar entah apa yang terjadi. Apalagi kalau sampai ketahuan oleh teman-temanku, khususnya keluargaku. Aku yang kesehariannya berjilbab, sekarang sedang difoto bahkan direkam sedang berbuat mesum dengan bocah SMP tentunya tidak pernah terbayangkan oleh mereka.

“Oke… Ko, stop dulu… ganti posisinya” seru Dodi, tapi Eko tidak langsung berhenti. Setelah aku ikut menyuruh Eko berhenti barulah bocah itu menaikkan kepalanya yang sedari tadi terbenam di buah dadaku. Dia hanya cengengesan. Aku cubit gemas hidungnya.

“Haha, kenapa Ko? Dira cantik banget ya? Kamu nafsu berat ya sama dia? hehe” goda Dodi pada bocah itu.

“Iya”

“Pengen kamu entotin?”

“Pengen” jawab Eko polos.

“Hush!!” Aku langsung menepuk tubuh Eko. “Gak boleh!”

Dodi tertawa mendengarnya. Bocah itu sendiri cuma bisa garuk-garuk kepala.

“Tanya dong kakakmu itu udah pernah ngentot belum” Dodi terus memancing Eko. Aku menatap kesal pada pemuda itu karena menyuruh Eko nanya begituan. Ekopun dengan polosnya mengikuti perkataan Dodi.

“Kakak udah pernah ngentot?”

“Belum…” jawabku singkat.

“Ajak dong ngentot” Dodi tak henti-hentinya menyuruh Eko menanyakan pertanyaan vulgar.

“Apa sih Dod…” ucapku sebal.

“Bercanda kok Ra, jangan marah dong…” balas Dodi, tapi Eko sudah terlanjur mengucapkan pertanyaan itu.

“Kak Diraaa… Kita ngentot yuk kak,” ajak Eko kemudian. Sebuah ajakan yang terdengar kurang ajar. Ajakan yang seharusnya sangat tidak pantas diucapkan oleh bocah dekil di bawah umur seperti dia kepada gadis sepertiku.

“Kamu mau ngajakin kakak ML? Emang kamu ngerti? Udah pernah emangnya?” Balasku yang justru tertawa kecil sambil mencubit hidungnya.

“Belum pernah sih…” jawab Eko cengengesan. “Tapi aku pengen banget ngentot sama kak Dira,” sambung Eko lagi yang semakin lancang omongannya. Dodi makin tertawa terbahak.
“Aku pengen banget masukin kontol aku ke memek kak Dira, terus aku genjot kencang-kencang.. Pasti rasanya enak banget,” ucapnya lagi yang semakin menjadi-jadi. Dia bahkan menggesekkan penisnya maju mundur di pangkal pahaku menirukan gerakan orang bersetubuh.

“Emang kenapa sih kamu ngebet banget pengen ngentotin kakak?” ucapku meladeni omongan vulgarnya.

“Soalnya kak Dira nafsuin. Kak Dira cewek tercantik dan terseksi yang pernah aku temuin”

“Hihihi, bisa ngegombal juga kamu. Tapi kamu itu masih SMP”

“Emang kenapa kak kalau aku masih SMP? Gak boleh yah anak SMP ngentotin cewek kuliahan?”
Aku tidak menjawab dan hanya senyum-senyum saja. Aku sebenarnya tidak tahu harus menjawab apa. Eko tampaknya berharap sekali ingin bisa menyetubuhiku.

“Teman-teman aku aja udah ada yang pernah ngentot,” ujar Eko lagi.

“Hah? Masa?”

“Iya, tapi yang pasti gak dengan cewek kuliahan yang cantik dan tajir kayak kak Dira, hehe,” balasnya. Dasar bocah ini.

“Pokoknya gak boleh… Jangan yah Eko sayang…”

Aku tentunya tidak ingin kalau sampai terjadi ML. Belum terpikirkan olehku untuk sampai melakukan itu dan melepaskan keperawananku. Apa kata orangtuaku nanti kalau mereka tahu kelakuan anak gadisnya ini. Pamer aurat dan membiarkan tubuhku dijamah seperti ini saja sudah melenceng banget dari bimbingan orangtuaku, apalagi kalau aku sampai berhubungan badan di luar nikah, dengan bocah SMP pula, bahkan sambil direkam pula.

Namun Dodi sepertinya ingin sekali mengambil adegan aku yang sedang bersetubuh. Dia ingin pertunjukan terus berlanjut. Diapun meminta aku dan Eko lanjut beradegan yang lebih intim, menirukan adegan orang yang sedang bersetubuh. Tapi tentunya kami tidak benar-benar melakukannya. Dia akan mengambil gambar dari sudut-sudut tertentu sehingga aku akan kelihatan seperti benar-benar sedang dientotin bocah ini.

“Gimana Dira? Gak apa kan kalau gitu?” tanya Dodi meminta persetujuan dariku.

“Iyaah, gak apa deh kalau kayak gitu” jawabku.

Sesi pemotretan kini berlanjut menjadi semakin intim.

“Dira… kamu nungging ya… ceritanya kamu dientotin dari belakang. Eko, kamu minggir dulu” Dodi mulai memberikan arahannya. Eko yang sedari tadi menindih tubuhku akhirnya bangkit untuk membiarkan aku merubah posisi. Kuputar badanku, kedua tangan dan lututku kini menopang tubuhku. Bagian belakang tubuhku kini terlihat jelas. Baik oleh mata bocah ini, mata Dodi, maupun lensa kamera.

“Eko… sekarang pegang pantat Dira…” Seru Dodi. Eko kemudian mendekat, aku menoleh ke belakang melihat bagaimana ekspresi wajah bocah itu. Eko melongo menahan nafsu seiring tangannya yang mencoba menggapai bongkah pantatku. Tangan bocah itu akhirnya mendarat di sana.

“Satu.. dua.. tiga! Mantap.. Dielus terus ya… kita bakal ambil gambar yang banyak…”

Eko lanjut mengelus. Bocah itu tampak sangat menyukai apa yang sedang dia lakukan. Semakin lama usapannyapun semakin kencang dan telah menjadi remasan-remasan. Saat kemudian disuruh mencium pantatku, Ekopun menurutinya. Begitupun ketika dia disuruh menampar pantatku.

“Ayo dong Eko… tampar lebih keras,” suruh Dodi karena tamparan Eko barusan memang begitu pelan. Ekopun menampar sekali lagi.

‘PLAAK!’
“SShhh….” Aku mendesah kesakitan. Tamparannya yang barusan cukup keras. Dia kemudian terus menampar pantatku, berkali-kali, semakin lama semakin cepat dan juga semakin keras. Sesuai dengan arahan yang terus diberikan Eko.

‘PLAK’
“Sshhh…. Ngghh”
‘PLAAKKK’
“Nghhh”
Hanya ada suara tamparan dan desahanku saja yang terdengar di kamar itu, ditemani dengan kilatan lampu yang terus menyambar. Eko keasikan sampai lupa diri. Ya, lupa diri. Karena memang tidak sepantasnyalah bocah kampungan seperti dia melakukan hal seperti ini terhadapku. Eko tampaknya ketagihan. Dia seperti menemukan mainan baru. Dari tadi dia terus meremas dan menampar pantatku seperti tidak ada bosannya. Aku yakin pantatku sudah sangat merah sekarang. Aku sendiri menikmati perlakuannya. Meskipun terasa perih, tapi aku juga merasa enak dan semakin horni dibuatnya.

‘PlAAKK’ sebuah tamparan yang paling keras dari sebelum-sebelumnya akhirnya mendarat di pantatku. Membuatku meringis kesakitan dan mengaduh kencang. Mendengar aku yang kesakitan akhirnya membuat Eko berhenti.

“Sakit Ra?” tanya Dodi menggodaku.

“Iyaaaah…. aku salah apa sih ke dia ditamparin terus” ucapku pura-pura kesal melirik ke arah Eko.

“Ma-maaf kak…” ucap Eko yang ku balas dengan senyuman. Kami kemudian masih terus melanjutkan adegan ini. Namun kali ini tangan Eko selang-seling antara remasan, elusan dan tamparan yang keras maupun pelan. Sambil tangannya memainkan pantatku, Dodi juga menyuruh Eko menciumku dari belakang. Tubuhku jadi harus menahan berat badan Eko. Dengan posisi seperti itu membuat penis bocah itu jadi menempel dengan belahan pantatku.

“Oke, sekarang kamu selipin burungmu di antara paha Dira…”

“Benar begitu. Nah, sekarang pegang pinggul Dira, terus goyangin pinggulmu, gesekin burungmu di sela paha Dira”

“Mantap! Dira nya kayak dientot beneran, hehe”

Dodi terus mengambil foto kami sambil terus memberikan arahan. Tidak selalu foto candid, sesekali Dodi juga meminta kami menatap ke arah kamera.

“Eko… Pegang susunya Dira”

“Sekarang remas-remas… mantap… sekarang kalian berdua ngadep ke kamera… Dira, senyum yang manis ya… Eko, kamu terus aja menggesek.. Siap… satu.. duaa.. tiga! Sip!”

Ah… suasana yang begitu intim seperti ini membuat aku horni berat! Gesekan penis Eko di pangkal pahaku, serta remasan tangannya yang liar di bagian sensitif tubuhku semakin membuat aku terbuai. Tampak Eko juga merasakan hal yang sama. Kami berdua terbakar nafsu hingga kami berdua bermandikan keringat. Adegan pura-pura bersetubuh ini merupakan adegan terlama yang pernah ku lakukan. Dodi masih terus mengambil gambar kami seperti tidak ada bosannya. Aku kadang tidak selalu menungging, ada juga dengan posisi berlutut sambil aku berciuman dengan Eko yang terus menggesekkan penisnya dari belakang dan tangannya meremas buah dadaku. Begitu erotis bukan?

“Ahhh.. Ahhh… ahh….” Aku mendesah-desah karena merasakan sensasi yang begitu nikmatnya. Aku horni berat. Begitu horni. Aku sudah benar-benar basah. Tanganku sampai tidak sanggup menahan berat badanku.

Namun sepertinya tidak akan lama lagi, tampaknya Eko sudah ingin keluar. Dia sepertinya sudah mati-matian menahan laju spermanya dari tadi. Goyangan pinggulnya semakin cepat. Penisnya dengan beringas menggesek di jepitan pangkal pahaku. Dodi kemudian buru-buru memberikan perintah selanjutnya.

“Eko, tumpahin spermamu di muka Dira…”

Aku terkejut mendengarnya, namun aku tidak menolaknya. Malah langsung memutar tubuhku ke hadapan Eko. Bersiap menjadikan wajahku sebagai nampan sperma bocah ini.

“Kak Diraaaa….” Eko melenguh kencang.

‘Crrrooott… crrrroooottt….’
Sesaat kemudian cairan putih kental mulai menghujani wajahku. Begitu banyak, bertubi-tubi menerpa kulit mukaku. Eko melepaskan semua beban birahi yang ditahan-tahannya sedari tadi di atas wajahku. Membuang semua isi kantong zakarnya dan memindahkannya ke tempat yang tak semestinya menjadi kanvas spermanya.

“Ngghhh… Eko… banyak bangeeeeet… bauuu” Aku merengek manja. Aku memang tidak sembarang bicara, sperma bocah itu memang sungguh banyak dan juga begitu bau. Aku juga kesusahan membuka mataku karena ketutupan spermanya yang kental. Eko tidak merespon, dia masih ngos-ngosan merasakan sisa-sisa kenikmatan yang baru saja dialaminya. Sungguh beruntung bocah ini. Dia telah banyak mendapatkan apa yang tidak mungkin orang lain bisa dapatkan dariku.

“Waaahhh… gila… aku gak nyangka bisa melihat wajah kamu belepotan peju kayak gitu, haha” ujar Dodi, aku hanya balas tersenyum kepadanya. Akupun juga tidak mengira hal ini akan terjadi. Hal yang barusan terjadi sungguh gila. Gadis cantik perawan dan berjilbab sepertiku baru saja membiarkan wajahku diceceri sperma langsung dari penisnya. Aku benar-benar nekat melakukannya hingga sejauh ini.

Dodi tidak menyia-nyiakan pemandangan yang tersaji. Pemandangan yang tentunya begitu sayang dilewatkan untuk diabadikan. Dia memintaku menatap kamera untuk diambil fotoku. Dengan wajah masih belepotan sperma akupun memenuhi keinginannya dengan tersenyum manis serta berekspresi imut di depan lensa.

“Cantik banget Din, seksi abis…”
Foto-foto inipun menjadi penutup yang sempurna pada sesi pemotretan hari ini.
“Oke… cukup untuk hari ini. Kamu keren banget Dira…”

“Makasih…” balasku. “Enak yah kamu bisa pejuin muka kakak” godaku melirik Eko, dia hanya cengengesan saja. Dasar dia ini.

Aku kemudian pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dari cermin yang ada di sana tampak begitu berantakannya diriku. Badanku mengkilap penuh keringat. Rambutku juga becek karena keringat. Mukaku memerah karena kepanasan ditambah dengan ceceran sperma yang begitu banyaknya. Pokoknya kacau banget, tapi kayaknya memang seksi seperti yang mereka bilang, hihi.

Aku sebenarnya ingin mandi, tapi tidak banyak air di sini, jadi aku hanya bisa membersihkan wajahku saja, badanku masih keringatan. Setelah itu kamipun beres-beres untuk pulang. Sambil beres-beres, aku menyempatkan untuk melihat seluruh hasil fotoku barusan. Perbandingan foto pada bagian awal pemotretan dengan bagian akhir terlihat begitu kontras. Sesi foto kali ini mungkin yang paling jelas terlihat ketimpangannya. Yang mana di bagian awal merupakan foto-fotoku menggunakan pakaian tertutup dan berjilbab, namun di bagian akhir merupakan foto-foto diriku yang terlihat seperti sedang melakukan hubungan badan dan wajahku yang dikotori sperma.

Ini pengalamanku yang pertama difoto seperti itu, yang pasti tidak akan jadi yang terakhir.

Kami kini malah asik membahas hasil foto-foto tadi. Dodi dan Eko mengomentari betapa cantik dan seksinya aku di foto sambil sesekali becanda vulgar. Saat sedang asik ngobrol, tiba-tiba ada panggilan masuk ke hapeku. Dari Mama, sepertinya dia sedang kangen anak gadisnya. Untungnya dia tidak tahu kalau anak gadisnya ini baru saja difoto bugil, bahkan dipejuin, hihi.

“Halo Ma… iya… aku udah pulang kuliah kok, udah.... Mama gimana kabarnya? Dira baik juga Ma,” sapaku ramah sambil berjalan menjauh dari Eko dan Dodi. Aku tidak ingin mama mendengar obrolan mereka berdua yang masih terus membahas foto-foto diriku.

Aku dan Mama memang sering komunikasi. Kadang aku yang telepon duluan, kadang Mama. Tentunya dengan Papa juga sering. Seperti biasa, mama selalu menanyai bagaimana kabarku. Apa semua baik-baik saja. Apa kuliahku lancar dan sebagainya. Lalu seperti biasa akan berlanjut dengan ceramah nasihat-nasihatnya. Cukup lama. Hingga kemudian aku mendengar hal yang membuat aku terkejut. Mama bilang kalau dia dan Papa sudah punya calon suami yang pas untukku. Mama memintaku untuk menikah saja setelah kuliah.

Apaan sih! Tentu saja aku langsung memprotes. Aku belum ingin menikah. Aku bilang kalau aku ingin berkerja dulu, atau mungkin lanjut ambil S2 dulu, dan yang paling penting kalau aku masih ingin main sama teman-teman. Kami berdebat jadinya. Namun aku tidak ingin membahas hal ini sekarang. Aku tutup teleponku karena sebal.

“Siapa kak?” Tanya Eko saat aku kembali.

“Biasa… Mama”

“Owh… Kok kayaknya kakak kesal gitu, kenapa?”

“Gak papa kok...” jawabku. Aku tidak ingin memikirkan obrolanku dengan Mama tadi sekarang, apalagi membahasnya. Aku capek dan ingin pulang.
“Ko… kamu keringatan banget”

“Kakak juga…”

Aku kemudian mendekatkan bibirku ke telinga Eko, lalu berbisik lirih padanya.
“Ntar kalau udah sampai rumah, kita mandi bareng yuk… mau?”

“Mau!” seru Eko yang malah menjawab dengan keras karena kegirangan, membuat Dodi melirik ke arah kami.

“Ada apa sih?”

“Hihihi... Ada deh, mau tau aja!”


Credit to : bramloser

No comments:

Post a Comment